Jumat, 27 Februari 2015

Administrasi Kelembagaan Islam Di Indonesia
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Administrasi Islam
Dosen : Drs. H. Ahmad Syamsir, M.Si/Pitrotussaadah, S.HI., M.Ag






                                                                                           








Disusun Oleh:

Imas Siti Julaeha
AN/IV/D
1138010126
Indah Fajar A
AN/IV/D
1138010127
Mohmad Arief Fadillah
AN/IV/D
1138010163
M. Fajar. Rachman
AN/IV/D
1138010164



ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2015

KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Makalah ini berjudul" Motif Pembentuk Konstitusi”. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada  Nabi kita, Muhammad SAW, keluarga serta sahabatnya dan akhirnya kepada kita sebagai umat yang tunduk terhadap ajarannya.
Kami juga menyadari masih bayak terdapat kekurangan dalam pemnbuatan makalah ini sehingga kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan pembuatan makalah selanjutnya.














BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Lembaga Islam

Sebelum masuk ke dalam pembahasan mengenai pengertian lembaga Islam, perlu di ketahui bahwa ada beberapa istilah yang berhubungan dengan lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan. Istilah lembaga kemasyarakatan merupakan terjemahan dari istilah asing social institution.Tetapi para pakar menyatakan bahwa padanan dari istilah trsebut adalah pranata sosial, karena merujuk pada adanya unsur-unsur yang mengatur tingkah laku masyarakat. Selain itu juga ada ahli ilmu sosial yang menggambarkan padanan lain yaitu bangunan sosial, terjemahan dari bahasa Jerman Soziale Gebilde.
Sedangkan pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan tata hubungan yang berpusat pada aktivitas-aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan mereka di dalam masyarakat.
Dari sedikit uraian diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa istilah lembaga mengandung dua pengertian, yaitu pranata yang mengandung arti norma atau sistem, dan bangunan yang menggambarkan bentuk dan susunan institusi sosial.
Pembahasan yang lebih khusus lagi tentang lembaga Islam, bahwa pengertian Lembaga Islam adalah sistem norma yang didasarkan pada ajaran Islam, yang sengaja diadakan untuk memenuhi kebutuhan umat Islam yang sangat beragam mengikuti perkembangan zaman. Kebutuhan tersebut diantaranya adalah kebutuhan keluarga, kebutuhan pendidikan, kebutuhan hukum, kebutuhan ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

B.     Fungsi Lembaga Islam Di Indonesia
 Secara umum, lembaga Islam memiliki beberapa fungsi pokok, diantaranya adalah :
1.      Memberikan pedoman pada anggota masyarakat muslim tentang bagaimana mereka harus bersikap dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul dan berkembang di masyarakat, terutama kebutuhan yang menyangkut kebutuhan pokok.
2.      Memberikan pegangan kepada masyarakat bersangkutan dalam melakukan pengendalian sosial menurut sistem tertentu yaitu sistem pengawasan tingkah laku para anggotanya.
3.      Menjaga keutuhan masyarakat. Dari beberapa fungsi yang melekat pada lembaga sosial tersebut di atas, jelas bahwa apabila seseorang hendak mempelajari dan memahami masyarakat tertentu, maka ia harus memperhatikan dengan seksama lembaga yang terdapat dalam masyarakat yang bersangkutan.

Negara Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, yang kurang lebih 88,09% mengaku beragama Islam. Oleh karena itu, untuk memahami tingkah laku masyarakat yang ada di Indonesia, seyogyanya harus dipelajari dan di perhatikan dengan seksama mengenai lembaga-lembaga Islam yang mempengaruhi bahkan menentukan pola tingkah laku dan sikap hidup umat Islam. Dan perlu di garis bawahi bahwa tanpa adanya pembelajaran yang baik mengenai lembaga-lembaga Islam, orang tidak mungkin dapat memberikan penilaian yang benar tentang umat Islam.
Perlu kita ketahui bahwa kesalahan para ahli ilmu sosial dari Barat yang meneliti kemudian menulis tentang umat Islam terletak pada kenyataan bahwa mereka pada umumnya tidak memahami lembaga Islam yang bersumber dari ajaran Islam. Selain itu, metode yang mereka pergunakan tidak selaras dengan ajaran Islam, karena tradisi dan filsafat yang mereka kembangkan dipengaruhi oleh dua aliran pikiran, yaitu aliran Liberalis Kapitalis dan aliran Marxis.
Aliran kapitalis liberalis adalah aliran yang mengutamakan benda dan hanya bersifat duniawi saja. Akal pikiran serta perasaan manusia yang dikembangkan secara bebas dan otonom oleh aliran ini diputuskan hubungannya dengan sumber samawi yaitu sumber yang berasal dari Tuhan. Aliran yang berpaham sekuler ini melepaskan diri dari agama. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan Islam yang lembaganya bersumber dari ajaran agama Islam.
Aliran yang kedua yaitu aliran Marxis adalah aliran yang tumbuh dan kemudian menolak aliran pertama yang liberalis kapitalis dan sekuler serta menolak segala sesuatu yang bersangkut paut dengan Tuhan, agama, dan akhirat.
Dari kenyataan diatas, maka diperlukan metodologi yang selaras dengan ajaran Islam, yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan sejalan dengan sumber ajaran Islam. Perkembangan selanjutnya, melihat hal-hal tersebut maka banyak metodologi yang dikembangkan oleh para sarjana muslim sendiri.
Karena fungsinya yang sangat penting dalam masyarakat, dahulu lembaga Islam di perkenalkan melalui kurikulum perguruan tinggi. Sebagai contoh yaitu pada Sekolah Tinggi Hukum yang didirikan pada tahun 1925 di Batavia memasukkan lembaga Islam kedalam kurikulumnya dengan nama Mohammedansche Recht Instellingen van den Islam, yang artinya adalah Hukum Islam dan Lembaga-lembaga Islam. Selain itu juga dahulu Sekolah Tinggi Hukum atau Recht Hogescool yang menjadi cikal bakal Fakultas Hukum serta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dengan sadar mencantumkan lembaga-lembaga Islam di dalam kurikulumnya. Dengan maksud agar mereka yang bekerja di Hindia Belanda yang penduduknya beragama Islam dapat memahami tingkah laku masyarakat islam.Dari sini dapat kita lihat dengan jelas betapa pentingnya lembaga-lembaga Islam. Di Indonesia terdapat beberapa lembaga islam, diantaranya adalah:

1.      Majelis Ulama Indonesia
Majelis Ulama Indonesia adalah wadah atau majelis yang menghimpun para ulama, zuama dan cendekiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak dan langkah-langkah umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu'ama yang datang dari berbagai penjuru tanah air.
Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa Indonesia tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30 tahun merdeka, di mana energi bangsa telah banyak terserap dalam perjuangan politik kelompok dan kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat. Dalam perjalanannya, selama dua puluh lima tahun, Majelis Ulama Indonesia sebagai wadah musyawarah para ulama, zu’ama dan cendekiawan muslim berusaha untuk:
1.      Memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam Indonesia dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridhoi Allah SWT.
2.      Memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada Pemerintah dan masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya ukhwah Islamiyah dan kerukunan antar-umat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa.
3.      Menjadi penghubung antara ulama dan umaro (pemerintah).
4.      Meningkatkan hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan cendekiawan muslimin dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada masyarakat khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik.

Sampai saat ini Majelis Ulama Indonesia mengalami beberapa kali kongres atau musyawarah nasional, dan mengalami beberapa kali pergantian Ketua Umum, dimulai dengan Prof. Dr. Hamka, KH. Syukri Ghozali, KH. Hasan Basri, Prof. KH. Ali Yafie dan kini KH. M. Sahal Mahfudz. Ketua Umum MUI yang pertama, kedua dan ketiga telah meninggal dunia dan mengakhiri tugas-tugasnya. Sedangkan dua yang terakhir masih terus berkhidmah untuk memimpin majelis para ulama ini.
Di sisi lain umat Islam Indonesia menghadapi tantangan global yang sangat berat. Kemajuan sains dan teknologi yang dapat menggoyahkan batas etika dan moral, serta budaya global yang didominasi Barat, serta pendewaan kebendaan dan pendewaan hawa nafsu yang dapat melunturkan aspek religiusitas masyarakat serta meremehkan peran agama dalam kehidupan umat manusia. Selain itu kemajuan dan keragaman umat Islam Indonesia dalam alam pikiran keagamaan, organisasi sosial dan kecenderungan aliran dan aspirasi politik, sering mendatangkan kelemahan dan bahkan dapat menjadi sumber pertentangan di kalangan umat Islam sendiri.Akibatnya umat Islam dapat terjebak dalam egoisme kelompok (ananiyah hizbiyah) yang berlebihan.Oleh karena itu kehadiran MUI, makin dirasakan kebutuhannya sebagai sebuah organisasi kepemimpinan umat Islam yang bersifat kolektif dalam rangka mewujudkan silaturrahmi, demi terciptanya persatuan dan kesatuan serta kebersamaan umat Islam. Adapun fungsi dari majelis ulama indonesia yaitu:
1.      Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya).
2.      Sebagai pemberi fatwa (mufti).
3.      Sebagai pembimbing dan pelayan umat (Ri’ayat wa khadim al ummah).
4.      Sebagai penegak amar ma'ruf nahi munkar.

Hubungan MUI dengan pihak luar yaitu sebagai organisasi yang dilahirkan oleh para ulama, zuama dan cendekiawan muslim serta tumbuh berkembang di kalangan umat Islam, Majelis Ulama Indonesia adalah gerakan masyarakat. Dalam hal ini, Majelis Ulama Indonesia tidak berbeda dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan lain di kalangan umat Islam, yang memiliki keberadaan otonom dan menjunjung tinggi semangat kemandirian. Semangat ini ditampilkan dalam kemandirian  kepada pihak-pihak lain di luar dirinya dalam mengeluarkan pandangan, pikiran, sikap dan mengambil keputusan atas nama organisasi. Dalam kaitan dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan di kalangan umat Islam, Majelis Ulama Indonesia tidak bermaksud dan tidak dimaksudkan untuk menjadi organisasi supra-struktur yang membawahi organisasi-organisasi kemasyarakatan tersebut, dan apalagi memposisikan dirinya sebagai wadah tunggal yang mewakili kemajemukan dan keragaman umat Islam.
Majelis Ulama Indonesia, sesuai niat kelahirannya, adalah wadah silaturrahmi ulama, zuama dan cendekiawan Muslim dari berbagai kelompok di kalangan umat Islam. Namun perlu ditegaskna bahwa kemandirian tidak berarti menghalangi Majelis Ulama Indonesia untuk menjalin hubungan dan kerjasama dengan pihak-pihak lain baik dari dalam negeri maupun luar negeri, selama dijalankan atas dasar saling menghargai posisi masing-masing serta tidak menyimpang dari visi, misi dan fungsi Majelis Ulama Indonesia. Hubungan dan kerjasama itu menunjukkan kesadaran Majelis Ulama Indonesia bahwa dirinya hidup dalam tatanan kehidupan bangsa yang sangat beragam dimana dirinya menjadi bagian utuh dari tatanan tersebut yang harus hidupberdampingan dan bekerjasama antarkomponen bangsa untuk kebaikan dan kemajuan bangsa.Sikap Majelis Ulama Indonesia ini menjadi salah satu ikhtiar mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil alamin (Rahmat bagi Seluruh Alam). Fatwa Majelis Ulama Indonesia
1.      Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tentang Arah Kiblat
Majelis Ulama Indonesia (MUI) meralat fatwa No 03 Tahun 2010 tentang Kiblat. Arah kiblat yang sebelumnya disebutkan menghadap barat kini telah direvisi menjadi ke arah barat laut. Letak Indonesia tidak di timur pas Kabah tapi agak ke selatan, jadi arah kiblat kita juga tidak barat pas tapi agak miring yaitu arah barat laut. Fatwa yang diralat tersebut adalah fatwa yang dikeluarkan MUI Tanggal 22 Maret 2010 lalu. Adapun diktum fatwa MUI No. 03 Tahun 2010 tentang Kiblat disebutkan:
a.       Kiblat bagi orang shalat dan dapat melihat Kabah adalah menghadap ke bangunan Kabah (ainul ka’bah).
b.      Kiblat bagi orang yang salat dan tidak dapat melihat Kabah adalah arah Kabah (jihat al-Ka’bah).
c.       Letak georafis Indonesia yang berada di bagian timur Kabah/Mekkah, maka kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap ke arah barat.

2.      Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tentang Pengharaman Merokok
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa kontroversial. Melalui Ijtima` Ulama Komisi Fatwa MUI ke III mengenai pengharaman merokok.Ditetapkan bahwa merokok adalah haram bagi anak-anak, ibu hamil, dan dilakukan di tempat-tempat umum. Sebagai bentuk keteladanan, diharamkan bagi pengurus MUI untuk merokok dalam kondisi yang bagaimanapun. Alasan pengharaman ini karena merokok termasuk perbuatan mencelakakan diri sendiri. Merokok lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya (itsmuhu akbaru min naf`ihi).
Dengan fatwa ini, para ulama dan kiai pesantren terlibat dalam pro dan kontra. Beberapa guru besar agama Islam dan ulama termasuk pengurus MUI daerah menolak pengharaman itu. Bahkan, Institute For Social and Economic Studies (ISES) Indonesia menyelenggarakan pertemuan tandingan yang diikuti para ulama kontra fatwa MUI, para buruh perusahaan rokok, dan petani tembakau, di Padang Panjang. Mereka meminta pencabutan fatwa MUI tersebut, karena dikhawatirkan akan menghancurkan ekonomi masyarakat yang menyandarkan hidupnya pada bisnis tembakau ini.
Dalam konteks itu, Ada beberapa hal yang perlu diketahui dan menjadi bahan pertimbangan:
1.       Keharaman rokok tidak ditunjuk langsung oleh Alquran dan Hadits, melainkan merupakan hasil produk penalaran para pengurus MUI, sehingga bisa benar atau keliru. Dengan demikian, keharaman rokok tak sama dengan keharaman khamr. Jika haramnya meminum khamrbersifat manshushah (ditunjuk langsung oleh teks Alquran), maka keharaman merokok bersifatmustanbathah (hasil ijtihad para ulama). Menurut para ulama ushul fikih, kata haram biasanya digunakan untuk jenis larangan yang tegas disebut Alquran dan Hadits. Sementara larangan yang tak tegas, tak disebut haram melainkan makruh tahrim.
2.      Menurut ulama MUI, merokok termasuk perbuatan yang mencelakakan diri sendiri. Rokok mengandung zat yang merusak tubuh. Dengan menggunakan mekanisme masalikul `illat dalam metode qiyas ushul fikih, alasan mencelakan diri sendiri tak memenuhi syarat dan kualifikasi sebagai illat al-hukm. Ia terlalu umum (ghair mundhabith). Sebab, sekiranya mencelakan diri sendiri ditetapkan sebagai causa hukum, maka semua barang yang potensial menghancurkan tubuh bisa diharamkan. Gula yang dikonsumsi dalam waktu lama bisa menimbulkan diabetes. Begitu juga makanan lain yang mengandung kolesterol tinggi bisa diharamkan karena akan menyebabkan timbulnya beragam penyakit. Karena itu, diperlukan keahlian sekaligus kehati-hatian dalam menentukan alasan hukum pengharaman sebuah tindakan. Para ahli ushul fikih sepakat bahwa causa hukum sebuah perkara, di samping ditetapkan nash Alquran dan Hadits, juga diputuskan oleh ulama yang telah memenuhi kualifikasi seorang mujtahid.
3.      Merumuskan hukum (istinbath al-hukm) dan menerapkan hukum (tathbiq al-hukm) adalah dua subyek yang berbeda. Jika perumusan hukum membutuhkan perlengkapan teknis-intelektual untuk menganalisa dalil-dalil normatif dalam Islam, maka menerapkan hukum memerlukan analisis sosial,ekonomi dan politik.

2.      Departemen Agama
Departemen Agama adalah sebuah instansi pemerintah yang bertugas menangani urusan agama di Indonesia dibawah naungan Menteri Agama RI. Namun berdasarkan Peraturan Menteri Agama RI Nomor 1 Tahun 2010, maka sejak saat itu Departemen Agama ini berubah nama menjadi Kementerian Agama. 
Menurut sejarah, Departemen Agama berdiri sejak tanggal 3 Januari 1946. Itu artinya kurang dari satu tahun sejak Indonesia meraih Kemerdekaannya. Oleh sebab itu, setiap tahun seluruh Keluarga Besar Departemen Agama di seluruh Indonesia merayakannya dengan memberikan istilah kepada hari peringatan ini dengan nama Hari Amal Bhakti Departemen Agama
Meskipun dalam sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) Departemen Agama sempat menjadi perdebatan, namun atas inisiatif BPKNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat) di dalam sidangnya, KH.Saleh Suady tanggal 25-28 Nopember 1945 telah melakukan formalisasi usulan KH.Abu Dardiri asal Banyumas Jawa Tengah tentang urgensi pendirian Departemen Agama. Beliau mengusulkan agar dalam pemerintahan Indonesia yang sudah merdeka ini Urusan Agama tidak saja dilakukan dan ditangani Departemen Pendidikan dan Kebudayaan atau Departemen lainnya, melainkan sebaliknya diatur dan diurus oleh Departemen khusus dan tersendiri. Atas dasar itulah, maka Presiden Soekarno memberikan isyarat dengan menyambut baik usulan ini, sehingga secara formal Presiden memberikan Penetapan Pemerintah tanggal 3 Januari 1946 yang isinya Membentuk Departemen Agama.
Penetapan Pemerintah ini kemudian diikuti dengan sosialisasi melalui media massa baik dalam maupun luar negeri, dan mengangkat H.M.Rasyidi (sekarang Prof.Dr.H.M.Rasyidi, MA) sebagai Menteri Agama. Hal ini merupakan realisasi dari pasal 29 UUD 1945 dan penghargaan tertinggi untuk ummat islam di Indonesia.
3.      Kantor Urusan Agama
Kantor Urusan Agama (disingkat: KUA) adalah kantor yang melaksanakan sebagian tugas kantor Kementerian Agama Indonesia di kabupaten dan kotamadya dibidang urusan agama Islam dalam wilayah kecamatan. Dalam melaksanakan tugasnya, maka Kantor Urusan berfungsi sebagai:
1.       Penyelenggara statistik dan dokumentasi.
2.       Penyelenggara surat menyurat, kearsipan, pengetikan, dan rumah tangga Kantor Urusan Agama Kecamatan.
3.       Pelaksana pencatatan pernikahan, rujuk, mengurus dan membina masjid,zakat, wakaf, baitul maal, dan ibadah sosial, kependudukan dan pengembangan keluarga sakinah sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Dirjen Bimas Islam berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.



4.       Pondok Pesantren
     Pondok pesantren yaitu suatu lembaga pendidikan islam yang didalamnya terdapat seorang kiai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri (peserta didik) dengan sarana masjid yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan terebut, serta didukung adanya pemondokan atau asrama sebagai tempat tinggal para santri.
Kehadiran kerajaan Bani Umayah menjadikan pesatnya ilmu pengetahuan, sehingga anak-anak masyarakat islam tidak hanya belajar dimasjid tetapi juga pada lembaga-lembaga yaitu “kuttab” (pondok pesantren). Kuttab, dengan karakteristik khasnya, merupakan wahana dan lembaga pendidikan islam yang semula sebagai lembaga baca dan tulis dengan sistem halaqah (sistem wetonan). Pada tahap berikutnya kuttab mengalami perkembangan yang sangat pesat karena dengan didukung oleh dana dari iuran masyarakat serta adanya rencana-rencana yang harus dipatuhi oleh pendidik dan peserta didik.
Di Indonesia istilah kuttab lebih dikenal dengan istilah “pondok pesantren”, yaitu suatu lembaga pendidikan islam yang didalamnya terdapat seorang kiai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri (peserta didik) dengan sarana masjid yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan terebut, serta didukung adanya pemondokan atau asrama sebagai tempat tinggal para santri.
Dalam kamus besar bahas Indonesia, pesantren diartikan sebagai asrama, tempat santri, atau tempat murid-murid belajar mengaji. Sedangkan secara istilahpesantren adalah lembaga pendidikan Islam, dimana para santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik dan kitab-kitab umum, bertujuan untuk menguasai ilmu agama Islam secara detail, serta mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian dengan menekankan pentingnya moral dalam kehidupan bermasyarakat.
Tujuan pendidikan pesantren menurut Mastuhu adalah menciptakan kepribadian muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia bermanfaat bagi masyarakat atau berhikmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau menjadi abdi masyarakat mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di tengah-tengah masyarakat dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia. Idealnya pengembangan kepribadian yang ingin di tuju ialah kepribadian mukhsin, bukan sekedar muslim.
 Sedangkan menurut M.Arifin bahwa tujuan didirikannnya pendidikan pesantren pada dasarnya terbagi pada dua yaitu:
a.       Tujuan khusus yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang ‘alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat.
b.      Tujuan umum yakni membimbing anak didik agar menjadi manusia yang berkepribadian islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi mubaligh islam dalam masyarakat sekitar dan melalui ilmu dan amalnya.

Ø  Karakteristik atau ciri-ciri umum pondok pesantren adalah
a.       Adanya kiai
b.      Adanya santri
c.       Adanya masjid
d.      Adanya pondok atau asrama
Sedangkan ciri-ciri  khusus pondok pesantren adalah isi kurikulum yang dibuat terfokus pada ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu sintaksis Arab, morfologi arab,hukum islam, tafsir Hadis, tafsir Al-Qur’an dan lain-lain. Dalam penjelasan lain juga dijelaskan tentang ciri-ciri pesantren dan juga pendidikan yang ada didalamnya, maka ciri-cirinya adalah
a.       Adanya hubungan akrab antar santri dengan kiainya.
b.      Adanya kepatuhan santri kepada kiai.
c.       Hidup hemat dan sederhana benar-benar diwujudkan dalam lingkungan pesantren.
d.      Kemandirian sangat terasa dipesantren.
e.       Jiwa tolong-menolong dan suasana persaudaraan sangat mewarnai pergaulan di pesantren.
f.       Disiplin sangat dianjurkan.
g.      Keprihatinan untuk mencapai tujuan mulia. Hal ini sebagai akibat kebiasaan puasa sunat, zikir, dan i’tikaf, shalat tahajud dan lain-lain.
h.      Pemberian ijazah, yaitu pencantuman nama dalam satu daftar rantai pengalihan pengetahuan yang diberikan kepada santri-santri yang berprestasi.
Ciri-ciri diatas menggambarkan pendidikan pesantren dalam bentuknya yang masih murni (tradisional). Adapun penampilan pendidikan pesantren sekarang yang lebih beragam merupakan akibat dinamika dan kemajuan zaman telah mendorong terjadinya perubahan terus-menerus, sehingga lembaga tersebut melakukan berbagai adopsi dan adaptasi sedemikian rupa. Tetapi pada masa sekarang ini, pondok pesantren kini mulai menampakan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan islam yang mumpuni, yaitu didalamnya didirikan sekolah, baik formal maupun nonformal.
Dengan adanya tranformasi, baik kultur, sistem dan nilai yang ada di pondok pesantren, maka kini pondok pesantren yang dikenal dengan salafiyah (kuno) kini telah berubah menjadi khalafiyah (modern). Transformasi tersebut sebagai jawaban atas kritik-kritik yang diberikan pada pesantren dalam arus transformasi ini, sehingga dalam sistem dan kultur pesantren terjadi perubahan yang drastis, misalnya
a.       Perubahan sistem pengajaran dari perseorangan atau sorogan menjadi sistem klasikal yang kemudian kita kenal dengan istilah madrasah (sekolah).
b.      Pemberian pengetahuan umum disamping masih mempertahankan pengetahuan agama dan bahasa arab.
c.       Bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantren, misalnya keterampilan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat, kesenian yang islami.
d.      Lulusan pondok pesantren diberikan syahadah (ijazah) sebagai tanda tamat dari pesantren tersebut dan ada sebagian syahadah tertentu yang nilainya sama dengan ijazah negeri.[1]

Ø  Tipologi Pondok Pesantren
Seiring dengan laju perkembangan masyarakat maka pendidikan pesantren baik tempat, bentuk, hingga substansi telah jauh mengalami perubahan. Pesantren tak lagi sesederhana seperti apa yang digambarkan seseorang, akan tetapi pesantren dapat mengalami perubahan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan zaman.
Menurut Yacub ada beberapa pembagian tipologi pondok pesantren yaitu :
a.       Pesantren Salafi yaitu pesantren yang tetap mempertahankan pelajaran dengan kitab-kitab klasik dan tanpa diberikan pengetahuan umum. Model pengajarannyapun sebagaimana yang lazim diterapkan dalam pesantren salaf yaitu dengan metode sorogan dan weton.
b.      Pesantren Khalafi yaitu pesantren yang menerapkan sistem pengajaran klasikal (madrasi) memberikan ilmu umum dan ilmu agama serta juga memberikan pendidikan keterampilan.
c.       Pesantren Kilat yaitu pesantren yang berbentuk semacam training dalam waktu relatif singkat dan biasa dilaksanakan pada waktu libur sekolah. Pesantren ini menitik beratkan pada keterampilan ibadah dan kepemimpinan. Sedangkan santri terdiri dari siswa sekolah yang dipandang perlu mengikuti kegiatan keagamaan dipesantren kilat.
d.      Pesantren terintegrasi yaitu pesantren yang lebih menekankan pada pendidikan vocasional atau kejuruan sebagaimana balai latihan kerja di Departemen Tenaga Kerja dengan program yang terintegrasi. Sedangkan santri mayoritas berasal dari kalangan anak putus sekolah atau para pencari kerja.

Sedangkan menurut Mas’ud dkk ada beberapa tipologi atau model pondok pesantren yaitu :
Pesantren yang mempertahankan kemurnian identitas asli sebagai tempat mendalami ilmu-ilmu agama (tafaqquh fiddin) bagi para santrinya. Semua materi yang diajarkan dipesantren ini sepenuhnya bersifat keagamaan yang bersumber dari kitab-kitab berbahasa arab (kitab kuning) yang ditulis oleh para ulama’ abad pertengahan. Pesantren model ini masih banyak kita jumpai hingga sekarang seperti pesantren Lirboyo di Kediri Jawa Timur beberapa pesantren di daerah Sarang Kabupaten Rembang Jawa tengah dan lain-lain.
Pesantren yang memasukkan materi-materi umum dalam pengajaran namun dengan kurikulum yang disusun sendiri menurut kebutuhan dan tak mengikuti kurikulum yang ditetapkan pemerintah secara nasional sehingga ijazah yang dikeluarkan tak mendapatkan pengakuan dari pemerintah sebagai ijazah formal.
Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan umum di dalam baik berbentuk madrasah (sekolah umum berciri khas Islam di dalam naungan DEPAG) maupun sekolah (sekolah umum di bawah DEPDIKNAS) dalam berbagai jenjang bahkan ada yang sampai Perguruan Tinggi yang tak hanya meliputi fakultas-fakultas keagamaan meliankan juga fakultas-fakultas umum. Contohnya adalah Pesantren Tebu Ireng di Jombang Jawa Timur.
Pesantren yang merupakan asrama pelajar Islam dimana para santri belajar disekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi diluarnya. Pendidikan agama dipesantren model ini diberikan diluar jam-jam sekolah sehingga bisa diikuti oleh semua santrinya. Diperkirakan pesantren model inilah yang terbanyak jumlahnya.
Ø  Sistem Pendidikan Pondok Pesantren
Sistem yang ditampilkan dalam pondok pesantren mempunyai keunikan dibandingkan dengan sistem yang diterapkan dalam lembaga pendidikan pada umumnya, yaitu:
1.      Memakai sistem tradisional, yang memiliki kebebasan penuh dibandingkan dengan sekolah modern, sehingga terjadi hubungan 2 arah antara kiai dan santri.
2.      Kehidupan dipesantren menampakkan semangat demokrasi, karena mereka praktis bekerjasama mengatasi problem non kurikuler mereka sendiri.
3.      Para santri tidak mengidap penyakit simbolis, yaitu perolehan gelar dan ijazah, karena sebagian besar pesantren tidak mengeluarkan ijazah, sedangkan santri dengan ketulusan hatinya masuk pesantren tanpa adanyaijazah tersebut. Hal itu karena tujuan utama mereka hanya ingin mencari keridhoan Allah SWT semata.
4.      Sistem pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, persamaan, rasa percaya diri, dan keberanian hidup.
5.      Alumni pondok pesantren tak ingin menduduki jabatan pemeritahan, sehingga mereka hampir tidak dapat dikuasai oleh pemerintah.
Adapun metode yang lazim digunakan dalam pendidikan pesantren adalah wetonan, sorogan, dan hafalan. Metode wetonan merupakan metode kuliah dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk disekeliling kiai yang menerangkan pelajaran. Santri menyimak kitab masing-masing dan mencatat jika perlu. Metode sorogan sedikit berbeda dari metode weronan dimana santri menghadap guru satu-persatu dengan membawa kitab yang dipelajari sendiri. Kiai membacakan dan menerjemahkan kalimat demi kalimat, kemudian menerangkan maksudnya, atau kiai cukup menunjukan cara membaca yang benar, tergantung materi yang diajukan dan kemampuan ssantri.
Adapun metode hafalan berlangsung dimana santri menghafal teks atau kalimat tertentu dari kitab yang dipelajarinya. Materi hafalan biasanya dalam bentuk syair atau nazham. Sebagai pelengkap metode hafalan sangat efektif untuk memelihara daya ingat (memorizing) santri terhadap materi yang dipelajarinya, karena dapat dilakukan baik didalan maupun diluar kelas.
Sedangkan jenjang pendidikan dalam pesantren tidak dibatasi seperti dalam lembaga-lembaga pendidikan yang memakai sistem klasikal. Umumnya, kenaikan tingkat seorang santri didasarkan isi mata pelajaran tertentu yang ditandai dengan tamat dan bergantinya kitab yang dipelajarinya. Apabila seorang santri telah menguasai satu kitab atau beberapa kitab dan telah lulus ujian (imtihan) yang diuji oleh kiainya, maka ia berpindah kekitab lain yang lebih tinggi tingkatannya. Jelasnya, penjenjangan pendidikan pesantren tidak berdasarkan usia, tetapi berdasarkan penguasaan kitab-kitab yang telah ditetapkan dari paling rendah sampai paling tinggi. Tetapi seiring dengan perkembangan zaman kini pondok pesantren banyak yang menggunakan sistem klasikal, dimana ilmu yang dipelajari tidak hanya agama saja, melainkan ilmu umum juga dipelajari.[2]
5.       Koperasi (Syirkah Ta’awuniyah) dalam Perspektif Islam
Secara etimologi kata koperasi berasal dari bahasa inggris coperation yang arttinya bekerja sama. Sedangkan dalam bahasa Arab, koperasi disebut syirkah yang berarti al-ikhtilath, yaitu suatu perserikatan atau perkongsian.
Adapun diliat dari segi istilah, koperasi  (syirkah) adalah suatu badan usaha dibidang perekonomian yang memiliki keanggotan suka rela atas dasar persamaan hak, kerjasama, dan tujuan untuk memenuhi kebutuhan para anggotanya dan masyarakat pada umumnya.
Berangkat dari pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa syirkah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu atas dasar sukarela, gotong royong, dan demokrasi dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan, bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama.
Landasan hukum yang dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan syirkah sebaga berikut.
1.      Al-Qur’an   an-nisa|:12
فهم شر كا ء فى ا لثلث                                    
Artinya: Maka mereka berserikat pada sepertiga
2.      Al-Hadits
Yang artinya dari abi hurairah ra. Bahwasannya Nabi Saw bersabda, sesungguhnya allah berfirman : aku adalah orang yang ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah seorang diantaranya tiada menghianati yang lain, maka apabila bekhianat salah seorang diantara keduanya, saya keluar dari  perserikatan keduanya. (HR.Abu Daud no 2936,dalam bab al-buyu)
3.      Ijma ulama
Menurut Ibnu Al-Muundzir pelaksanaan syirkah telah disepakati kebolehnny oleh para ulama. Walaupun terdapat pula ulama yang tidak memperbolehkan karena berbagai macam alasan yang dikemukakan.[3]
Ø  Tujuan dan manfaat koperasi (syirkah)
Sebagai mana dikethu bahwa menciptakan kerja sama dan tolog menolong sesama manusia adalah anjuran dalam agama. Al-Qur’an telah menganjarkan akan adanya kerjasama dan tolong menolong. Itu hanyalah dilakukan dlam kebaikan dan mencerminkan ketakwaan kepada Allah.
“Dan tolong menolong kamu dalam (mengejakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong menolong dlam berbuat dosa dan pelanggaraan. Dan bertakwalah kamu kepada Allah...” (QS 5:2). Demikian pula ajaran islam juga menekankan pentingnya masyarakat untuk mencapai kesatuan pendapat, sikap ataupun langkah dalam mengusahakan sesuatu. Seperti tampak dalam kuttipann Al-Qur’an: “dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertakwalah kepada Allah. (QS. 3:159).
Dengan melihat beberapa petunjuk melalui nash-nash di atas termasuk falsafah yang tekandung dalam koperasi itu sendiri maka jelas ia mempunyai tujuan dan manfaat yang cukup besar dalam kehidupan manusia. Menurut mahmud syaltut (guru besar hukum islam di mesir) syirkah merupakan perserikatan baru yang belum dikenal oleh para fuqaha’ masa lampau, tetapi baru diperkenalkan oleh para ahli ekonomi. Meuruttnya tujuan dan manfaat dari koperasi ini paling tidak mencakup hal-hal sebagai berikut:
1.            Memberi keuntungan kepada anggota pemilik saham
2.            Memberi lapang kerja kepada para karyawannya
3.            Memberi bantuan keuangan dari sebagian hasil usaha koperasi untuk mendirikan tempat ibadah, sekolah, dan sebagainya

Ø  Macam-macam syirkah
Pada dasarnya syirkah itu dibagi menjadi dua macam, yaittu syirkah amlak (pemilikan) dan syirkah uqud/aqad (kontrak). Syirkah amlak terjadi disebabkan tidak melalui aqad, tetapi karena melalui warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang berakibat kepemilikan. Dalam syirkah ini kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam aset nyata dan berbagi pula dalam hal keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.
Sedangkan syirkah aqad tercipta karena adanya kesepakatan antara dua orang atau lebih untuk berkerja sama dalam memberi modal dan mereka sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.
Sayyid sabiq membagi syirkah aqad menjadi empat antara lain:
1.      Syirkah al-inan
2.      Syirkah mufawwadlah
3.      Syirkah wujuh
4.      Syirkah abdad
Ø  Rukun dan syarat syirkah Ta’awwuniyah
1.      Sighat (ucapan), ijab dan qabul (penawaran dan penerimaan)
2.      Pihak yang berkontrak
3.      Obyek kesepakatan: modal dan kerja
Ø  Syarat syirkah
1.      Ucapan tidak ada bentuk khusus dari kontrak syirkah. Ia dapat berbentuk ucapan yang menunjukan tujuan. Dan juga bisa berbentuk tulisan serta  dicatat dan disaksikan bila mengadakan kontrak syirkah.
2.      Pihak yang berkonrrak; di isyaratkan bahwa mitra harus kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
3.      Obyek kontrak (dana dan kerja)[4]











BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.       Lembaga Islam adalah sistem norma yang didasarkan pada ajaran Islam, yang sengaja diadakan untuk memenuhi kebutuhan umat Islam yang sangat beragam mengikuti perkembangan zaman. Kebutuhan tersebut diantaranya adalah kebutuhan keluarga, kebutuhan pendidikan, kebutuhan hukum, kebutuhan ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
2.      Secara umum, lembaga Islam memiliki beberapa fungsi pokok, diantaranya adalah :
a.       Memberikan pedoman pada anggota masyarakat muslim tentang bagaimana mereka harus bersikap dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul dan berkembang di masyarakat, terutama kebutuhan yang menyangkut kebutuhan pokok.
b.      Memberikan pegangan kepada masyarakat bersangkutan dalam melakukan pengendalian sosial menurut sistem tertentu yaitu sistem pengawasan tingkah laku para anggotanya.
c.       Menjaga keutuhan masyarakat. Dari beberapa fungsi yang melekat pada lembaga sosial tersebut di atas, jelas bahwa apabila seseorang hendak mempelajari dan memahami masyarakat tertentu, maka ia harus memperhatikan dengan seksama lembaga yang terdapat dalam masyarakat yang bersangkutan.

3.      Macam-macam Lembaga Islam diantaranya, yatu:
a.       MUI
b.      Departemen Agama
c.       KUA
d.      Pondok Pesantren
e.       Koperasi (syirkah)




Daftar Pustaka

Abdad, Zaidi. 2003. Lembaga Perekonomian Umat Di Dunia Islam. Bandung: Angkasa
Haedari, Amin. 2004. Masa Depan Pesantren. Jakarta: Ird Press
Indra, Hasbi. 2003. Pesantren Dan Transformasi Sosial. Jakarta: Penamadani




[1] Indra, Hasbi. 2003. Pesantren Dan Transformasi Sosial. Jakarta: Penamadani

[2] Haedari, Amin. 2004. Masa Depan Pesantren. Jakarta: Ird Press hal. 17
[3] Abdad, Zaidi. 2003. Lembaga Perekonomian Umat Di Dunia Islam. Bandung: Angkasa hal. 98-99

[4] Abdad, Zaidi. 2003. Lembaga Perekonomian Umat Di Dunia Islam. Bandung: Angkasa hal. 100-103

Tidak ada komentar:

Posting Komentar