SOSIALISASI POLITIK
&
KOMUNIKASI POLITIK
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sosiologi Politik
Dosen : Popon Munawaroh,S.HI.,M.H
Disusun Oleh:
Imas Siti Julaeha
|
AN/III/D
|
1138010126
|
Indah Fajar
|
AN/III/D
|
1138010127
|
Indah Lestari
|
AN/III/D
|
1138010128
|
Indra Nugraha
|
AN/III/D
|
1138010129
|
Miss. Ramelah
|
AN/III/D
|
|
ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................
DAFTAR
ISI.............................................................................................................................
BAB I: PENDAHULUAN
Latar
Belakang...........................................................................................................................
Rumsan
Masalah........................................................................................................................
Tujuan........................................................................................................................................
BAB II: PEMBAHASAN
Pengertian Sosialisasi Politik...................................................................................................
Metode dan Proses Sosialisasi Politik........................................................................................
Perkembangan Sosialisasi
Politik.............................................................................................
Pengertian Komunikasi Politik..................................................................................................
Unsur-Unsur Komunikasi Politik...............................................................................................
BAB III: PENUTUP
Kesimpulan................................................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................................
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran
Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami
selesaikan sesuai yang diharapkan. Makalah ini berjudul "Sosialisasi
Politik Dan Komunikasi Politik”. Shalawat
serta salam semoga tercurahkan kepada
Nabi kita, Muhammad SAW, keluarga serta sahabatnya dan akhirnya kepada
kita sebagai umat yang tunduk terhadap ajarannya.
“ Tak ada Gading yang Tak Retak” begitulah kata pepatah. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan, dan kepada Allah-lah
segala kekurangan makalah ini dikembalikan, dan mudah-mudahan makalah ini
bermanfaat.
Bandung, 11 Oktober 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Banyak pandangan atau pendapat dari para ahli ilmuwan antara
lainnya yaitu Sosialisasi politik menurut Almond ( Mochtar Mas’oed dan Colin
Mac Andrew’s, 2001 ) adalah bagian dari proses sosialisasi yang khusus
membentuk nilai-nilai politik, yang menunjukan bagaimana seharusnya
masing-masing anggota masyarakat berpartsipasi dalam sistem politiknya.
Michael Rush
dan Phillip Althoff merupakan dua orang yang memperkenalkan teori sosialisasi
politik melalui buku mereka Pengantar Sosiologi Politik. Dalam buku tersebut,
Rush dan Althoff menerbitkan terminologi baru dalam menganalisis perilaku
politik tingkat individu yaitu sosialisasi politik.sosialisasi politik
merupakan instrumen yang berupaya melestarikan sebuah sistem politik. Melalui
serangkaian mekanisme dalam sosialisasi politik, individu dari generasi
selanjutnya dididik untuk memahami apa, bagaimana, dan untuk apa sistem politik
yang berlangsung di negaranya masing-masing berfungsi untuk diri mereka.
Seiring kemajuan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi sudah
semakin berubah pesat, segala hal telah diungkap. Dulu misteri sekarang terjadi
dan terbuka. Dulu stagnan sekarang sudah semakin lari jauh. Begitu pun dengan
ilmu komunikasi, pada awalnya komunikasi hanya sebatas proses interaksi
personal yang meliputi intra dan antarpersonal. Namun saat ini jauh lebih dari
itu.
Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret
sebenarnya telah dilakukan oleh siapa saja: mahasiswa, dosen, tukang ojek,
penjaga warung, dan seterusnya. Tak heran jika ada yang menjuluki Komunikasi
Politik sebagai neologisme, yakni ilmu yang sebenarnya tak lebih dari istilah
belaka. Dalam praktiknya, komunikasi politik sangat kental dalam kehidupan
sehari-hari. Sebab, dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia tidak
berkomunikasi, dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian
komunikasi politik. Berbagai penilaian dan analisis orang awam berkomentar
sosal kenaikan BBM, ini merupakan contoh kekentalan komunikasi politik. Sebab,
sikap pemerintah untuk menaikkan BBM sudah melalui proses komunikasi politik
dengan mendapat persetujuan DPR, Tema politik yang tiap hari masuk ke dalam
pikiran kita melalui media cetak maupun elektronik, menuntut kita untuk dapat
memahami lebih jauh tentang komunikasi politik. Hal ini penting agar
perbincangan kita tentang politik dalam aktifitas seharian tidak hanya sekedar
sebagai bahan perbincangan tanpa makna, melainkan pembicaraan tersebut dapat
menghasilkan pemahaman yang baik tentang apa dan bagaimana hak-hak politik
masyarakat dapat terwujudkan. Oleh karena itu, mendalami ilmu tentang
komunikasi politik menjadi kajian yang sangat penting bagi siapa saja khususnya
mahasiswa yang mendalami studi ilmu komunikasi politik.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan sosialisasi politik?
2.
Bagaimana proses sosialisasi politik?
3.
Mengapa sosialisasi politik itu penting?
4.
Apa yang dimaksud dengan komunikasi politik?
5.
Bagaimana proses komunikasi politik?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui apa itu sosialisasi politik.
2.
Untuk mengetahui proses sosialisasi politik itu
seperti apa
3.
Seberapa pentingnya sosialisasi politik.
4.
Mengetahui pengertian komunikasi.
5.
Untuk mengetahui proses komunikasi politik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sosialisasi Politik
1. Pengertian Sosialisasi
Menurut Karel
J.Veeger sosialisasi adalah suatu
proses belajar mengajar.
Sosialisasi adalah
sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu
generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. sejumlah sosilog
menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peran (role theory). Karena dalam
proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu. Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua yaitu: [1]
a. Sosialisasi
Primer
Peter L. Berger dan Luckman mendefinisikan sosialisasi
primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan
belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung
saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan
dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya.
Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat
penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna
kepribadian anak akan sangat
ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan
anggota keluarga terdekatnya.
b. Sosialisasi sekunder
Sosialisasi sekunder
adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang
memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Bentuk-bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi.
Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru.
Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan'
identitas diri yang lama.
2.
Pengertian Politik
menurut
Rod Hague Politik adalah kegiatan yang
menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang
bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan
perbedaan-perbedaan diantara anggota-anggotanya.
Menurut Andrew Heywood politik adalah kegiatan suatu bangsa yang
bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan
umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala
komflik dan kerjasama.[2]
3. Pengertian Sosialisasi Politik
Michael Rush
dan Phillip Althoff merupakan dua orang yang memperkenalkan teori sosialisasi
politik melalui buku mereka Pengantar Sosiologi Politik. Dalam buku tersebut,
Rush dan Althoff menerbitkan terminologi baru dalam menganalisis perilaku
politik tingkat individu yaitu sosialisasi politik. sosialisasi politik
merupakan instrumen yang berupaya melestarikan sebuah sistem politik. Melalui
serangkaian mekanisme dalam sosialisasi politik, individu dari generasi
selanjutnya dididik untuk memahami apa, bagaimana, dan untuk apa sistem politik
yang berlangsung di negaranya masing-masing berfungsi untuk diri mereka.
Robinson yang
diangkat oleh Alexis S. Dalam bukunya mass Communication thesories and research
menyatakan bahwa “Sosialisasi politik adalah proses perubahan perilaku yang
berhubungan erat dengan proses belajar”. [3]
David Easten
dan Jack Dennis menyatakan bahwa
“Sosialisasi politik adalah proses perkembangan seseorang untuk mendapatkan
orientasi-orientasi politik dan pola-pola tingkah laku”. Sosialisasi politik adalah proses oleh pengaruh mana seorang
individu bisa mengenali sistem politik yang kemudian menentukan persepsi serta
reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Sistem politik dapat saja berupa
input politik, output politik, maupun orang-orang yang menjalankan
pemerintahan. fungsi sosialisasi politik menurut rushdan Althoff adalah sebagai
berikut:
1.
Melatih Individu
2.
Memelihara Sistem Politik
Sosialisasi politik melatih individu
dalam memasukkan nilai-nilai politik yang berlaku di dalam sebuah sistem
politik. Misalnya di Indonesia menganut ideologi negara yaitu Pancasila. Oleh
sebab itu sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi diberlakukan pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Ini merupakan proses pelatihan yang
dilakukan negara terhadap warga negaranya. Pelatihan ini memungkinkan individu
untuk menerima atau melakukan suatu penolakan atas tindakan pemerintah,
mematuhi hukum, melibatkan diri dalam politik, ataupun memilih dalam pemilihan
umum. [4]
Selain itu,
sosialisasi politik juga bertujuan untuk memelihara sistem politik dan
pemerintahan yang resmi. Apa jadinya suatu negara atau bangsa jika warga
negaranya tidak tahu warna bendera sendiri, lagu kebangsaan sendiri, bahasa
sendiri, ataupun pemerintah yang tengah memerintahnya sendiri ? Mereka akan
menjadi warga negara tanpa identitas, tentunya.
Dalam melakukan
kegiatan sosialisasi politik, Rush dan Althoff menyuratkan tiga cara yaitu:
1.
Imitasi
Melalui
imitasi, seorang individu meniru terhadap tingkah laku individu lainnya.
Misalnya, Gus Dur adalah anak dari K.H. Wahid Hasyim dan cucu dari pendiri
Nahdlatul Ulama, K.H. Hasyim Asy’ari. Gus Dur sejak kecil akrab dengan
lingkungan pesantren dan budaya politik Nahdlatul Ulama, termasuk dengan
kiai-kiainya. Budaya tersebut mempengaruhi tindakan-tindakan politiknya yang
cenderung bercorak Islam moderat seperti yang ditampakan oleh organisasi
Nahdlatul Ulama secara umum.
2.
Intruksi
Cara melakukan
sosialisasi politik yang kedua adalah instruksi. Gaya ini banyak berkembang di
lingkungan militer ataupun organisasi lain yang terstruktur secara rapi melalui
rantai komando. Melalui instruksi, seorang individu diberitahu oleh orang lain
mengenai posisinya di dalam sistem politik, apa yang harus mereka lakukan,
bagaimana, dan untuk apa. Cara instruksi ini juga terjadi di sekolah-sekolah,
dalam mana guru mengajarkan siswa tentang sistem politik dan budaya politik
yang ada di negara mereka.
3.
Motivasi
Cara melakukan
sosialisasi politik yang terakhir adalah motivasi. Melalui cara ini, individu
langsung belajar dari pengalaman, membandingkan pendapat dan tingkah sendiri
dengan tingkah orang lain. Dapat saja seorang individu yang besar dari keluarga
yang beragama secara puritan, ketika besar ia bergabung dengan
kelompok-kelompok politik yang lebih bercorak sekular. Misalnya ini terjadi di
dalam tokoh Tan Malaka. Tokoh politik Indonesia asal Minangkabau ini ketika
kecil dibesarkan di dalam lingkungan Islam pesantren, tetapi ketika besar ia
merantau dan menimba aneka ilmu dan akhirnya bergabung dengan komintern. Meskipun
menjadi anggota dari organisasi komunis internasional, yang tentu saja bercorak
sekular, ia tetap tidak setuju dengan pendapat komintern yang menilai gerapak
pan islamisme sebagai musuh. Namun, tetap saja tokoh Tan Malaka ini menempuh
cara sosialisasi politik yang bercorak motivasi.
B. Proses dan Agen Sosialisasi Politik
Dalam kegiatan
sosialisasi politik dikenal yang namanya agen. Agen inilah yang melakukan
kegiatan memberi pengaruh kepada individu. Rush dan Althoff menggariskan terdapat
lima agen sosialisasi politik yang umum diketahui, yaitu:
1.
Keluarga
Keluarga merupakan primary group dan agen
sosialisasi utama yang membentuk karakter politik individu oleh sebab itu mereka adalah lembaga sosial yang paling
dekat. Peran ayah, ibu, dan saudara, memberi pengaruh yang tidak kecil terhadap
pandangan politik satu individu. Tokoh Sukarno misalnya, memperoleh nilai-nilai
penentangan terhadap Belanda melalui ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai. Ibunya, yang
merupakan keluarga bangsawan Bali menceritakan kepahlawanan raja-raja Bali
dalam menentang Belanda di saat mereka tengah berbicara. Cerita-cerita tersebut
menumbuhkan kesadaran dan semangat Sukarno untuk memperjuangkan kemerdekaan bagi
bangsanya yang terjajah oleh Belanda.
2.
Sekolah
Selain
keluarga, sekolah juga menempati posisi penting sebagai agen sosialisasi
politik. Sekolah merupakan secondary group. Kebanyakan dari kita mengetahui
lagu kebangsaan, dasar negara, pemerintah yang ada, dari sekolah. Oleh sebab
itu, sistem pendidikan nasional selalu tidak terlepas dari pantauan negara oleh
sebab peran pentingnya ini.
3.
Peer Group.
Agen
sosialisasi politik lainnya adalah peer group. Peer group masuk kategori agen
sosialisasi politik Primary Group. Peer group adalah teman-teman sebaya yang
mengelilingi seorang individu. Apa yang dilakukan oleh teman-teman sebaya tentu
sangat mempengaruhi beberapa tindakan kita, bukan ? Tokoh semacam Moh. Hatta
banyak memiliki pandangan-pandangam yang sosialistik saat ia bergaul dengan
teman-temannya di bangku kuliah di Negeri Belanda. Melalui kegiatannya dengan
kawan sebaya tersebut, Hatta mampu mengeluarkan konsep koperasi sebagai lembaga
ekonomi khas Indonesia di kemudian hari. Demikian pula pandangannya atas sistem
politik demokrasi yang bersimpangan jalan dengan Sukarno di masa kemudian.
4.
Media Massa
Media massa merupakan agen sosialisasi politik
secondary group. Tidak perlu disebutkan lagi pengaruh media massa terhadap
seorang individu. Berita-berita yang dikemas dalam media audio visual
(televisi), surat kabat cetak, internet, ataupun radio, yang berisikan perilaku
pemerintah ataupun partai politik banyak mempengaruhi kita. Meskipun tidak
memiliki kedalaman, tetapi media massa mampun menyita perhatian individu oleh
sebab sifatnya yang terkadang menarik atau cenderung ‘berlebihan.’
5.
Pemerintah
Pemerintah
merupakan agen sosialisasi politik secondary group. Pemerintah merupakan agen
yang punya kepentingan langsung atas sosialisasi politik. Pemerintah yang menjalankan
sistem politik dan stabilitasnya. Pemerintah biasanya melibatkan diri dalam
politik pendidikan, di mana beberapa mata pelajaran ditujukan untuk
memperkenalkan siswa kepada sistem politik negara, pemimpin, lagu kebangsaan,
dan sejenisnya. Pemerintah juga, secara tidak langsung, melakukan sosialisasi
politik melalui tindakan-tindakannya. Melalui tindakan pemerintah, orientasi
afektif individu bisa terpengaruh dan ini mempengaruhi budaya politiknya.
6.
Partai Politik
Partai politik
adalah agen sosialisasi politik secondary group. Partai politik biasanya
membawakan kepentingan nilai spesifik dari warga negara, seperti agama,
kebudayaan, keadilan, nasionalisme, dan sejenisnya. Melalui partai politik dan
kegiatannya, individu dapat mengetahui kegiatan politik di negara,
pemimpin-pemimpin baru, dan kebijakan-kebijakan yang ada.
Sosialisasi
politik yang selanjutnya akan mempengaruhi pembentukan jati diri politik pada
seseorang dapat terjadi melalui cara langsung dan tidak langsung. Proses tidak
langsung meliputi berbagai bentuk proses sosialisasi yang pada dasarnya tidak
bersifat politik tetapi dikemudian hari berpengatuh terhadap pembentukan jati
diri atau kepribadian politik. Sosialisasi politik lnagsung menunjuk pada
proses-proses pengoperan atau pembnetukan orientasi-orientasi yang di dalam
bentuk dan isinya bersifat politik. Proses sosialisasi itu ada dua yaitu:
proses sosialisasi tidak langsung dan proses sosialisasi langsung. Proses
sosialisasi politik tidak langsung meliputi metode belajar berikut:[5]
1.
Pengoperasian Interpersonal
Mengasumsikan bahwa anak mengalami proses sosialisasi
politik secara eksplisitdalam keadaan sudah memiliki sejumlah pengalaman dalam
hubungna-hubungan dan pemuasan-pemuasan interpersonal.
2. Magang
Metode belajat magang ini terjadi katrna perilau dan
pengalaman-pengalaman yang diperoleh di dalam situasi-situasi non politik
memberikan keahlian-keahlian dan nilai-nilai yang pada saatnya dipergunakan
secara khusus di dalam konteks yang lebih bersifat politik.
2. Generalisasi
Terjadi karena nilai-nilai social diperlakukan bagi
bjek-objek politik yang lebih spesifik dan dengan demikian membentuk
sikap-sikap politik terentu.
Proses sosialisasi langsung terjadi melalui:
1.
Imitasi
Merupakan mode sosiaisasi yang paling ekstensif dan
banyak dialami anak sepanjang perjalanan hidup mereka. Imitasi dapat dilakukan
secara sadar dan secara tidak sadar.
2.
Sosialisasi Politik Antisipatoris
Dilakukan untuk mengantisipasi peranan-peranan politik
yang diinginkan atau akan diemban oleh actor. Orang yang berharap suatu ketika
menjalani pekerjaan-pekerjaan professional atau posisi social yang tinggi
biasanya sejak dini sudah mulai mengoper nilai-nilai dan pola-pola perilaku
yang berkaitan dengan peranan-peranan tersebut.
3.
Pendidikan Politik
Inisiatif mengoper orientasi-orientasi politik
dilakukan oleh “socialiers” daripada oleh individu yang disosialisasi.
Pendidikan politik dapat dilakukan di keluarga, sekolah, lembaga-lembaga
politik atau pemerintah dan berbagai kelompok dan organisasi yang tidak terhitung
jumlahnya. Pendidikan politik sangat penting bagi kelestarian suatu system
politik. Di satu pihak, warga Negara memerukan informasi minimaltentang hak-hak
dan kewajiban yang mereka mliki untuk dapat memasuki arena kehidupan politik.
Di lain pihak, warga Negara juga harus memperoleh pengetahuan mengenai seberapa
jauh hak-hak mereka telah dipenuhi oleh pemerintah dan jika hal ini terjadi,
stabilitas politik pemerintahan dapat terpelihara.
4.
Pengalaman Politik
Kebanyakan
dari apa yang oleh seseorang diketahui dan diyakini sebagai politik pada
kenyataannya berasal dari pengamatan-pengamatan dan pengalamn-pengalamannya
didalam proses politik.[6]
C.
Perkembangan Sosialisasi Politik
Perkembangan sosiologi politik diawali pada
masa kanak-kanak atau remaja. Hasil riset David Easton dan Robert Hess
mengemukakan bahwa di Amerika Serikat, belajar politik dimulai pada usia tiga
tahun dan menjadi mantap pada usia tujuh tahun. Tahap lebih awal dari belajar
politik mencakup perkembangan dari ikatan-ikatan lingkungan,, seperti
"keterikatan kepada sekolah-sekolah mereka", bahwa mereka berdiam di
suatu daerah tertentu. Anak muda itu mempunyai kepercayaan pada keindahan
negerinva, kebaikan serta kebersihan rakyatnya. Manifestasi ini diikuti oleh
simbol-simbol otoritas umum, seperti agen polisi, presiden, dan bendera
nasional. Pada usia sembilan dan sepuluh tahun timbul kesadaran akan konsep
yang lebih abstrak, seperti pemberian suara, demokrasi, kebebasan sipil, dan
peranan warga negara dalam sistem politik.
Peranan keluarga dalam sosialisasi politik
sangat penting. Menurut Easton dan Hess, anak-anak mempunyai gambaran yang sama
mengenai ayahnya dan presiden selama bertahun-tahun di sekolah awal. Keduanya
dianggap sebagai tokoh kekuasaan. Easton dan Dennis mengutarakan ada 4 (empat)
tahap dalam proses sosialisasi politik dari anak, yaitu sebagai
berikut.
1.
Pengenalan otoritas melalui individu
tertentu, seperti orang tua anak, presiden dan polisi.
2.
Perkembangan pembedaan antara otoritas
internal dan yang ekternal, yaitu antara pejabat swasta dan pejabat pemerintah.
3.
Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang
impersonal, seperti kongres (parlemen), mahkamah agung, dan pemungutan suara
(pemilu).
4.
Perkembangan pembedaan antara institusi-institusi
politik dan mereka yang terlibat dalam aktivitas yang diasosiasikan dengan
institusi-institusi ini.[7]
D. Pengertian
Komunikasi Politik
Komunikasi
politik (Political Communication) merupakan gabungan dari dua disiplin ilmu
yang berbeda, namun terkait sangat erat, yakni Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Politik. Oleh karena itu, sebelum memasuki pembahasan tentang pengertian dan
proses komunikasi politik, dibahas lebih dulu tentang pengertian komunikasi dan
politik.
Komunikasi
adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk
memberitahu atau mengubah sikap, pendapat, perilaku baik langsung maupun tidak
langsung. Berbagai definisi tentang komunikasi antara lain : "Who says
what in which channel to whom and with what effects" artinya
"siapa mengatakan apa melalui saluran mana kepada siapa dan dengan
pengaruh apa" (Harold Lasswell) dan "saling berbagi informasi,
gagasan, atau sikap" (Wilbur Schramm). Dibahas pula tentang fungsi, jenis,
komponen, dan proses komunikasi secara umum.
Definisi komunikasi politik juga terdapat keberagaman. Misal, Dan Nimmo
mendefinisi komunikasi politik sebagai kegiatan komunikasi yang berdasarkan
konsekuensi-konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur
perbuatan manusia di dalam kondisi-kondisi konflik. Definisi ini menggunakan pendekatan
konflik (baca: pandangan politik).
Roelofs (dalam Sumarno & Suhandi, 1993) mendefinisikan komunikasi
politik sebagai komunikasi yang materi pesan-pesan berisi politik yang
mencakup masalah kekuasaan dan penempatan pada lembaga-lembaga kekuasaan (lembaga
otoritatif). Definisi ini menggunakan pendekatan kekuasaan dan kelembagaan
(baca: pandangan politik).
Dengan demikian, kita bisa mendefinisikan komunikasi politik
berdasarkan pandangan politik (klasik, kekuasaan, kelembagaan, fungsionalis,
atau konflik) yang kita gunakan/yakini. Untuk itu saya mengusulkan definisi
komunikasi politik sebagai berikut: proses komunikasi yang menyangkut
interaksi pemerintah dan masyarakat, dalam rangka proses pembuatan dan
pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama bagi masyarakat
yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. (baca juga batasan-batasan
definisi politiknya).
a.
Komunikasi Dalam Arti Sempit
Setiap jenis penyampaian pesan, baik dalam bentuk lambang-lambang yang tertulis
ataupun yang tidak tertulis, dalam bentuk kata-kata terucapkan, atau dalam
bentuk isyarat yang dapat mempengaruhi secara langsung kedudukan seseorang yang
ada dalam puncak suatu struktur kekuasaan dalam suatu sistem .
Dalam konteks yang sempit (specific), komunikasi politik merupakan proses
komunikasi yang berlangsung dalam suatu sistem politik, yakni interaksi yang
terjadi di dalam sistem politik dan lingkungannya dan melibatkan struktur yang
ada di dalamnya. Hal ini dapat dilihat dalam cuplikan acara Barometer di SCTV
yang mengangkat tema “Pansus Bank Century, Kemana Akan Berunjung?”.
Menurut
pendapat saya, cuplikan acara barometer termasuk dalam komunikasi politik
dengan arti sempit karena hanya melakukan interaksi dengan orang-orang yang
berada dalam suatu sistem politik. Peserta dalam acara tersebut yaitu : Gayus
Lumbuun (Wakil Ketua Pansus century), Bambang Soesatyo (Anggota Pansus dari
Fraksi Gerindra), Andi Rakhmat (Anggota Pansus dari Fraksi PKS), Benny K.
Harman (Anggota Pansus dari Fraksi Demokrat), Sebastian Salang (Mewakili Forum
Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia / Formappi), dan Arbi Sanit (Pengamat
Politik. Selain itu, penonton yang hadir dalam acara tersebut adalah mahasiswa
dari ATMAJAYA dan Universitas Indonesia (UI).
Dalam acara
Barometer di SCTV, mereka (para anggota fraksi dari berbagai partai politik)
saling berinteraksi untuk membahas bagaimana proses berjalannya kasus Bank
Century. Pengamat politik dan wakil dari Formappi juga memberikan pendapat
tentang kinerja para anggota pansus Bank Century. Kemudian dalam acara tersebut
juga terdapat mahasiswa yang merupakan kelompok penekan dalam suatu sistem
politik. Sehingga, cuplikan acara tersebut dapat dikategorikan sebagai
komunikasi politik dalam arti sempit.
b. Komuniaksi
Dalam Arti Luas
Setiap jenis penyampaian pesan-pesan politik dari suatu sumber kepada sejumlah
penerima, baik dalam bentuk kata-kata terucapkan atau dalam bentuk tertulis
ataupun dalam bentuk lambang-lambang,
Komunikasi politik dalam arti luas meliputi setiap bentuk penyampaian pesan
politik, baik berupa lambang, kata-kata yang terucapkan ataupun tertulis, atau
melalui pesan-pesan visual, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada
sejumlah sasarannya. Tidak dipersoalkan siapa yang menjadi aktor dan saluran
apa yang digunakan tetapi yang ditekankan adalah bahwa pesan yang digunakan
adalah pesan-pesan politik.
Menurut pendapat saya, video tentang ”Hari
Anti-Korupsi Penuntutan Penyelesaian Kasus Bank Century” merupakan gambaran
komunikasi dalam arti luas. Dalam video tersebut berbagai lapisan masyarakat
memberikan pesan politik baik secara lisan maupun tertulis. Sarana yang mereka
gunakan pun bermacam-macam. Ada yang menggunakan spanduk, poster, meneriakan
yel-yel dengan pengeras suara, membuat tulisan di karton berukuran besar,
memakai ikat kepala yang terdapat tulisan pesan-pesan politik, membawa bendera,
dan lain-lain. Semua itu mereka lakukan agar pesan-pesan politik sampai pada
sasarannya.[8]
E.
Unsur-Unsur Komunikasi Politik
1.
Komunikator.
Komunikator adalah oarng yang mempunyai motif komunikasi dan
komunikator mempunyai 3 unsur yaitu manusia, yang mempaikan pesan,dan untuk
mewujudkan motif komunikanya. komunikator terdiri dari Satu orang, Banyak orang
dalam pengertian lebih dari satu orang Apabila lebih dari satu orang yakni
banyak orang- dimana mereka relatif saling kenal sehingga terdapat ikatan
emosional yang kuat dalam kelompoknya,maka kumpulan banyak orang ini kita sebut
kelompok kecil (saling kenal) . Atau banyak orang – realtif tidak saling kenal
secara pribadi dan karenanya ikatan emosionalnya kurang kuat, maka kita sebut
sebagai kelompok besar atau publik (tidak saling kenal).
2.
Pesan
Pesan adalah segala hasil penggunaan akal budi manusia yang di
sampaikan untuk mewujudkan motif komunikasinya. pesan itu bersifat abstrak.
lambang – lambang komunikasi disebut juga bentuk pesan, yakni wujud konkret
dari pesan, berfungsi mewujudkan pesan yang abstrak menjadi konkret.
lambang-lambang komunikasi ada dua jenis umum dan khusus, yang umum adalah mimik,gerak
gerik lazim digolongkan dalam pesan nonverbal,sedangkan bahasa lisan dan bahasa
tulisan dikelompokkan dalam pesan verbal sedangkan khusus yaitu nada, gambar,
dan warna. makna pesan terbagi dua yaitu, konotatif makna yang terikat dengan
konotasi, dan denotatif makna sebagai mana adanya. semakin akrab dengan
seseorang semakin verbal atau konotatif dan sebaliknya semakin jauh dengan
seseorang maka semakin banyak nonverbal yang dipakai atau denotatif.
3.
Saluran
Saluran adalah jalan yang dilalui pesan komunikator oleh sampai
kekomunikannya. Terdapat dua jalan agar pesan komunikator sampai
kekomunikannya, yaitu tanpa media atau dengan media. Media yang dimaksud adalah
media komunikasi, media adalah bentuk jamak dari medium. Medium komunikasi
yaitu alat perantara yang sengaja dipilih komunikator untuk menghantarkan
pesannya agar sampai kekomunikan. Saluran komunikasi terbagi menjadi dua yaitu:
Tatap Muka yang Menyampaikan isi pertanyaan yang berkaitan dengan
kepentingannya (aktivitas komunikasi) berupa pertemuan tatap muka, forum,
Diskusi panel, Rapat, Ceramah sedangkan dengan Media Terdiri dari media massa
yaitu periodik (terbit atau berharap)
4.
Efek
Efek adalah efek komunikasi yaitu sebagai pengaruh yang ditimbulkan
pesan komunikator dalam diri komunikannya. Terdapat tiga tataran pengaruh dalam
diri komunikan yaitu:
1.
Kognitif
2.
afektif
3.
konatif
[9]
BAB III
Penutup
A.
Kesimpulan
Jadi sosialisasi politik merupakan instrumen yang
berupaya melestarikan sebuah sistem politik. Melalui serangkaian mekanisme
dalam sosialisasi politik, individu dari generasi selanjutnya dididik untuk
memahami apa, bagaimana, dan untuk apa sistem politik yang berlangsung di
negaranya masing-masing berfungsi untuk diri mereka. Dan ada 4 (empat) tahap dalam proses sosialisasi
politik dari anak, yaitu sebagai berikut.
1.
Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang
tua anak, presiden dan polisi.
2.
Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan yang
ekternal, yaitu antara pejabat swasta
dan pejabat pemerintah.
3.
Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang
impersonal, seperti kongres (parlemen), mahkamah agung, dan pemungutan suara
(pemilu).
4.
Perkembangan pembedaan antara institusi-institusi politik dan
mereka yang terlibat dalam aktivitas yang diasosiasikan dengan
institusi-institusi ini.
Kemudian Sosialisasi politik itu sangat penting karena sosialisasi
politik merupakan di mana seseorang
dapat mengetahui berbagai macam pengetahuan dari interaksi dengan lingkungan
masyarakatnya, baik pengetahuan moral, nilai-nilai dan pola sikap perilaku
politiknya.
Proses sosialisasi politik juga dapat terjadi melalui kelompok-kelompok senggang dan media massa. Agen-agen sosialisasi tersebut menghasilkan atau membentuk suatu pengetahuan ,nilai-nilai dan sikap-sikap politik suatu individu dan kelompok dalam suatu masyarakat.
Proses sosialisasi politik juga dapat terjadi melalui kelompok-kelompok senggang dan media massa. Agen-agen sosialisasi tersebut menghasilkan atau membentuk suatu pengetahuan ,nilai-nilai dan sikap-sikap politik suatu individu dan kelompok dalam suatu masyarakat.
Sedangkan komunikasi politik yaitu proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada
orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat, perilaku baik
langsung maupun tidak langsung. Cara
mudah untuk menggambarkan proses komunikasi adalah dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1.
Who
2.
Says
What (apa yang dibicarakan)
3.
In
which channel (menggunakan saluran apa)
4.
To
Whom (kepada siapa)
5.
With
what effect (bagaimana pengaruhnya).
Pertanyaan-pertanyaan tersebut digunakan untuk mengidentifikasi
unsur-unsur yang biasa terdapat dalam semua komunikasi yaitu adanya:
Komunikator, Pesan, Saluran dan Efek.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Anggara,Sahya.
2013. Sistem Politik Indonesia.Bandung:CV Pustaka Setia.
2.
Budiardjo,Miriam.
2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
3.
http://omlay.wordpress.com/makalah-n-artikel/makalah-sosialisasi-politik/
4.
http://ppkn3b.blogspot.com/2012/02/makalah-sosialisasi-politik.html
[1]
Sosiologi Antropologi, Koentjaraningrat. (2003Jakarta: hal 10.)
[2] Dasar-dasar
ilmu politik,Budiardjo mirriam.( 2008. Jakarta: hal 16.)
[3] http://omlay.wohyrdpress.com/makalah-n-artikel/makalah-sosialisasi-politik/ diakses pada tgl 9, oktober 2014.
[4] Sahya
Anggara, Sistem Politik Indonesia.( 2013. Bandung: hal 122.)
[5] Sosiologi
Antropologi, Koentjaraningrat. (2003Jakarta: hal 10.)
[7] http://www.bisosial.com/2013/04/proses-dan-metode-sosialisasi-politik.html
Diakses tgl 9,oktober 2014
[9] http://ida-fitriyani.blogspot.com/2013/06/tugas-4-unsur-unsur-komunikasi_9.html
diakses tgl 9,oktober 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar