BAB I
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Lembaga Islam
Sebelum masuk
ke dalam pembahasan mengenai pengertian lembaga Islam, perlu di ketahui bahwa
ada beberapa istilah yang berhubungan dengan lembaga sosial atau lembaga
kemasyarakatan. Istilah lembaga kemasyarakatan merupakan terjemahan dari
istilah asing social institution.Tetapi para pakar menyatakan bahwa
padanan dari istilah trsebut adalah pranata sosial, karena merujuk
pada adanya unsur-unsur yang mengatur tingkah laku masyarakat. Selain itu juga
ada ahli ilmu sosial yang menggambarkan padanan lain yaitu bangunan sosial,
terjemahan dari bahasa Jerman Soziale Gebilde.
Sedangkan
pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan tata hubungan yang
berpusat pada aktivitas-aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan mereka di
dalam masyarakat.
Dari sedikit
uraian diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa istilah lembaga mengandung dua
pengertian, yaitu pranata yang mengandung arti norma atau sistem, dan bangunan
yang menggambarkan bentuk dan susunan institusi sosial.
Pembahasan yang
lebih khusus lagi tentang lembaga Islam, bahwa pengertian Lembaga Islam adalah
sistem norma yang didasarkan pada ajaran Islam, yang sengaja diadakan untuk
memenuhi kebutuhan umat Islam yang sangat beragam mengikuti perkembangan zaman.
Kebutuhan tersebut diantaranya adalah kebutuhan keluarga, kebutuhan pendidikan,
kebutuhan hukum, kebutuhan ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
B.
Fungsi Lembaga
Islam Di Indonesia
Secara umum, lembaga Islam memiliki beberapa
fungsi pokok, diantaranya adalah :
1.
Memberikan pedoman pada anggota masyarakat
muslim tentang bagaimana mereka harus bersikap dalam menghadapi berbagai
masalah yang timbul dan berkembang di masyarakat, terutama kebutuhan yang menyangkut kebutuhan pokok.
2.
Memberikan pegangan kepada masyarakat
bersangkutan dalam melakukan pengendalian sosial menurut sistem tertentu yaitu
sistem pengawasan tingkah laku para anggotanya.
3.
Menjaga keutuhan masyarakat. Dari beberapa
fungsi yang melekat pada lembaga sosial tersebut di atas, jelas bahwa apabila
seseorang hendak mempelajari dan memahami masyarakat tertentu, maka ia harus
memperhatikan dengan seksama lembaga yang terdapat dalam masyarakat yang
bersangkutan.
C.
Administrasi
Haji
a.
Sekilas
Mengenai Perjalanan Haji Di Indonesia
Minat
penduduk Indonesia melakukan ibadah haji sudah ada sejak lama. Berdasarkan
catatan sejarah yang resmi ditemukan bahwa perjalanan haji penduduk Indonesia
diawali pada masa kesultanan. Gelar sultan yang digunakan oleh raja-raja di
Jawa merupakan suatu penyerapan unsur budaya Arab terhadap para raja sebagai
akibat kepergian mereka ke Mekkah. Hal ini seakan-akan bagi para sultan
memperoleh pengesahan secara sakral untuk kedudukan mereka setelah mereka
pulang dari Mekkah.
Pengaruh
ibadah haji bagi seseorang yang telah menunaikan ibadah haji tidak selalu
mengesankan. Terutama sejak Belanda menaruh curiga yang berlebihan terhadap
para haji, misalnya, Raffles menganggap perjalanan ibadaha haji ke Mekkah
sebagai bahaya politik. Berdasarkan pengetahuan yang sangat terbatas tentang
Islam, Raffles menganggap orang yang telah menjalankan ibadah haji sebagai
pendeta. Dalam hubungan ini ia mengatakan bahw asetiap orang Arab dari Mekkah,
maupun setiap orang Jawa yang kembali dari ibadah haji, akan berlagak sebagai
orang suci. Kepercayaan orang awam akan meningkat sedemikian rupa, sehingga
acap kali orang-orang itu dilengkapi dengan kekuatan gaib. Lebih jauh Raffles
beranggapan, karena para haji itu begitu dihormati, maka tidak sulit bagi
mereka untuk menghasut rakyat agar melakukan pemberontakan. Dan para haji
acapkali dijadikan alat penguasa pribumi untuk menghalangi kepentingan Belanda.
b.
Persiapan
Ibadah Haji
1. Permohonan Formulir Ibadah Haji
Pada masa kemerdekaan, penyelenggaraan
ibadah haji dilakukan oleh Departemen Agama. Mula-mula orang yang berniat
melaksanakan ibadah haji mengajukan permohonan ibadah haji dengan mengisi Surat
Pendaftaran Pergi Haji (SPPH) pada beberapa bank yang ditunjuk pemerintah.
Surat Pendaftaran Pergi Haji (SPPH) itu terdiri dari 3 lembar dengan 3warna,
yaitu warna putih untuk BPS BPIH, warna merah untuk Depag Kota/Kabupaten dan
warna hijau muda untuk calon jemaah haji.
Pada
dasarnya setiap warga negara Indonesia yang akan menunaikan ibadah haji akan
mendaftarkandiri ke Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kota dengan memenuhi
syarat sebagai berikut:
1. Beragama
Islam
2. Memiliki
KTP yang masih berlaku
3. Berdomisili
di Indonesia
4. Sehat
Jasmani dan Rohani
5. Calon
jamaah haji wanita disertai mahram
6. Mengisi
SPPH yang ada di bank-bank yang ditunjuk pemerintah.
7. Melunasi
BPIH
8. Mendaftar
pada kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kota tempat domisili calon jemaah
2. Pembayaran Ibadah Haji
Jumlah dan ongkos haji dilakukan
berdasrkan keputusan Presiden RI. Penentuan besarnya BPIH tersebut diputuskan
melalui rapat Komisi VIII DPR dengan jajaran Kementerian Agama dan ditetapkan
dengan meperhatikan prinsip keadilan. Sistem pendaftaran haji terbagi menjadi
dua bagian, yaitu sistem lunas dan sistem tabungan dengan penjelasan sebagai
berikut:
1. Calon
jemaah haji yang mendaftar dengan sistem lunas prosedur pendaftarannya ialah:
a. Calon
jemaah haji memeriksakan kesehatannya untuk memperoleh surat keterangan sehat.
b. Menyerahkan
surat keterangan sehat ke BPS BPIH dengan mengisi formulir SPPH, kemudian
menyerahkan ke petugas BPS BPIH disertai photo ukuran 3x4 sebanyak 2 buah dan
menyetor BPIH tahun 2000
c. Petugas
BPS BPIH memasukkan data calon jemaah haji ke SISKOHAT sesuai SPPH
d. Calon
jemaah haji menyetor lunas BPIH sesuai dengan paket yang dipilih dan BPS BPIH
mencetak bukti setoran lunas BPIH sebanyak 5 lembar.
Calon
jemaah haji yang telah menerima setoran lunas BPIH, segera mendaftarkan kepada
Kantor Departemen Agama Kab/Kota tempat dimana calon jemaah berdomisili paling
lambat 7 hari setelah menerima lembar bukti setor lunas BPIH yang menyerahkan:
a. Surat
keterangan sehat dari Puskesmas
b. Foto
copy KTP yang masih berlaku dengan memperlihatkan KTP aslinya.
c. Pas
foto terbaru ukuran 2x3 sebanyak 16 lembar, 6x6 sebanyak 2 lembar untuk paspor
haji SPMA dan tanda pengenal jemaah.
c.
Pelaksanaan Ibadah Haji
1.
Mekanisme
Pemberangkatan Ibadah Haji
Mula-mula
dilakukan dengan mengadakan pembinaan haji yang diselenggarakan oleh Depag baik
secara perorangan maupun kelompok, tak terkecuali bagi Ketua Regu dan Ketua
Rombongan. Kemudian diatur kelompok
terbang (kloter) yang terdiri atas ketua kloter, ketua rombongan dan ketua
regu.
2.
Mekanisme
Pengaturan Jemaah Haji di Tanah Suci
Pengaturan jemaah haji
di tanah suci dilakukan dengan cara menyewa pemondokan jemaah haji yang telah mendapat ijin dari
pemerintah Arab Saudi. Pengaturan pemondokan bagi jemaah haji sesungguhnya
mengikuti paket pembayaran haji yang diikuti oleh masing-masing jemaah.
3.
Mekanisme
Pemulangan Jemaah Haji
Pemulangan jemaah haji
dilakukan pada saat ibadah haji telah dilakukan. Yang paling penting
diperhatikan mengenai pengaturan pemulangan itu ialah:
1. Jamaah
haji beristirahat menunggu pemulangan ke tanah air.
2. Jamaah
haji menimbang barang bawaannya dengan ketentuan dibawa hanya satu tas dan
koper yang jumlahnya 35 kg
3. Jemaah
haji menerima paspor haji dan tiket pesawat 8 jam sebelum berangkat ke Bandara
King Abdul Aziz yang dibagikan melalui ketua kloter masing-masing.
d.
Proses
Perjalanan Ibadah Haji
1.
Persiapan
Pemberangkatan
a. Persiapan
Mental Spiritual
b. Persiapan
Material
2.
Pemberangkatan
a. Sebelum
berangkat dianjurkan untuk shalat sunat dan berdo’a untuk keselamatan diri,
keluarga dan jamaah haji lainnya.
b. Selama
perjalanan dari rumah sampai Asrama Haji Embarkasi, dianjurkan memperbanyak
zikir dan do’a.
c. Di
Asrama Haji Embarkasi
-
Menyerahkan SPMA
dan bukti setor lunas BPIH
-
Pemeriksaan
kesehatan, menerima kartu akomodasi, paspor, gelang dan living cost
-
Menempati kamar
yang telah disiapkan, istirahat, mengikuti bimbingan haji dan tidak keluar dari
Asrama.
d. Di
pesawat
-
Masuk pesawat
dengan tertib dan mematuhi petunjuk yang disampaikan petugas.
-
Duduk tenang,
perbanyak do’a dan jika tidak ada keperluan jangan berjalan hilir mudik selama
dalam perjalanan.
-
Perhatikan tata
cara penggunaan kamar kecil dan alat-alat lainnya.
3.
Di
Bandara
a. Bandara
Amir Muhammad Bin Abdul Aziz (Gelombang I)
-
Turun dari
pesawat masuk ruang tunggu, akan dilakukan pemeriksaan badan, paspor, buku
kesehatan dan barang bawaan.
-
Masuk bis dan
berangkat ke pemondokan di Madinah
b. Bandara
King Abdul Aziz Jeddah (Gelombang II)
-
Turun dari
pesawat masuk ruang tunggu, akan dilakukan pemeriksaan badan, paspor, buku
kesehatan dan barang bawaan.
-
Istirahat sambil
menunggu keberangkatan ke Mekkah dan persiapan Umroh.
4.
Madinah
-
Masuk pemondokan
yang telah disediakan dengan teratur, istirahat kemudian kenali lingkungan
sekitar
-
Shalat Arba’in
di masjid Nabawi dan ziarah ke makam nabi
-
Ziarah ke makan
Syuhada dll
-
Setelah 9 hari
siap-siap menuju Mekkah untuk Umrah/haji melalui Bir Ali.
5.
Di
Bir Ali
-
Berwudhu bagi
yang batal dan shalat sunat ihram dua rakaat
-
Niat umroh bagi
yang Tamattu’, niat haji bagi yang melakukan Ifrad, niat haji dan umrah bagi
yang melakukan Qiran
-
Berangkat ke Mekkah
membaca talbiyah dan do’a
6.
Di
Mekkah
-
Masuk pemondokan
yang telah tersedia dengan teratur dan istirahat secukupnya.
D. Administrsi
Perbankan Syari’ah
a.
Latar
Belakang Berdirinya Bank Muamalat Indonesia
Dalam Operasionalnya Bank Muamalat
Menggunakan Sistem mudharabah. System ini berakar dari tradisi fiqih, terutama
fiqih muamalah. Oleh karena itu bank ini mengklaim dirinya sebagai bank
syariah. Ide konkrit pendirian bank muamalat berawal lolakarya “Bunga Bank dan
Perbankan” yang diadakan oleh majelis ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20
agustus 1990 di cisarua. Ide ini kemudian lebih dipertegas lagi dalam Munas IV
MUI di hotel Syahid Jaya Jakarta tanggal 22-25 agustus 1990. Atas dasar amanat
Munas IV MUI inilah langkah pertama untuk mendirikan bank syraiah di Indonesia
dimulai. Tak lama setelah munas IV, MUI membentuk kelompok kerja untuk
mempersiapkan segala sesuatunya yang diketuai oleh bapak Projodjo Kusumo,
Sekjen MUI. Demi kelancaran pelaksanaan tersebut, tim Pokja membentuk tim kecil
“penyiapan buku panduan bank tanpa bunga” yang diketuai oleh M. Amin Aziz
dengan anggota syahrul ralie siregar, A. Malik, dan Zaenulbahar Noor. Tim kecil
ini kemudian diperkuat dengan masuknya Abdul Aziz Kuntadji, Amir Batubara,
Karnaen Perwata Atmadja, Fuadi Muarad, Chalid Hsb, Jimly Asshiddiqie dan Abdul
Mugni.
b.
Struktur
Organisasi Bank Mu’amalat Indonesia
Dalam
menjalankan usahanya, BMI didukung oleh sejumlah staff yang handal. Mereka
memiliki tugas-tugas untuk me-manageperbankan
secara professional. Secara organisatoris, masing-masing staff tersebut
bertanggung jawab terhadap kinerja perbankan. Tugas-tugas masing-masing staff
dan karyawan bank muamalat Indonesia Cabang Bandung adalah sebagai berikut:
1. Kepala Cabang
-
Bertanggung
jawab atas jalannya operasional dan financial cabang
-
Bertanggung
jawab atas jalannya kebijaksanaan atau ketentuan perusahaan; menyelesaikan
segala persoalan yang muncul di cabang yang dipimpinnya; membina hubungan baik
dengan instansi terkait atau penguasa.
2. Manager Operasional
-
Beratanggung
jawab atas jalannya operasional perbankan
-
Membantu
tugas-tugas pemimpin cabang
-
Memeilahara
likuiditas bank dengan baik
3. Account Manager
-
Bertanggung
jawab atas penyaluran pembiayaan
-
Membina hubungan
dengan nasabah atau debitur
-
Menjaga agar
pembiayaan yang telah tersalurkan tetap lancar
-
Menyelesaikan
pembiayaan yang kurang lancar/macet
-
Mobilisasi dana
masyarakat seoptimal mungkin
4. Layanan Nasabah
-
Memberikan
pelayanan kepada pengguna jasa bank
-
Memberi
informasi tentang produk-produk bank
-
Memberi segala
informasi yang dibutuhkan oleh nasabah tentang bank
-
Menyelesaikan
persoalan yang muncul sehubungan dengan keluhan nasabah
5. Kas/Teller
-
Bertanggung
jawab atas semua transaksi dalam kas
-
Memeriksa atau
menyerahkan uang dari atau ke nasabah karena adanya transaksi
-
Mengambil atau
menyetor uang dari bank ke bank Indonesia
-
Memberi
pelayanan yang baik kepada counter kas
6. Operasional (penata jasa)
-
Melakukan
pembukaan atas transaksi tabungan giro dan deposito
-
Bertanggung
jawab atas transaksi, transfer, inkaso, kliring dan jasa perbankan lainnya
-
Melakukan
laporan mingguan atau bulanan tentang likuiditas bank kepada bank Indonesia
7. Layanan Umum
-
Melakukan
invetarisasi semua inventaris kantor
-
Bertanggung
jawab atas penyediaan barang/perlengkapan kantor
-
Bertanggung
jawab atas transaksi kas kecil
8. Operasi Pembiayaan
-
Melakukan
pembukuan atas transaksi yang ada kaitannya dengan pembiayaan
-
Mengidintifikasi
status debitur yang lancar, kurang lancar atau macet
9. Support Pembiayaan
-
Mengadministrasikan
semua dokumen yang ada kaitannya dengan pembiyaan atau debitur
-
Melakukan
transaksi atas jaminan yang diajukan dalam pembiayaan
-
Memeriksa
kelegalan atau dokumen pembiayaan atas nasabah lainnya
-
Melakukan
laporan bulanan kepada bank Indonesia mengenai pembiayaan yang telah disalurkan
10. Personalia
-
Atas proses
rekruitmen, penempatan, pengembangan, pemeliharan dan pengunaan karyawan
-
Melakukan
pembayaran gaji dan konpensasi lainnya pada karyawan
-
Menerapkan
kebijaksanaan perusahaan mengenai kepersonaliaan
11. Sekertaris Pimpinan Cabang
-
Mengadministrasikan
pekerjaan pekerjaan pimpinan
-
Membantu
pekerjaan administrasi pimpinan
12. Data Control
-
Melakukan
pengawasan atas jalannya operasional perusahaan agar sesuai dengan ketentuan
yang berlaku
13. Resident Auditor
-
Mengawasi semua
aktivitas cabang agar sesuai dengan ketentuan yang ada.
c.
Produk
Bank Muamalat Operasional
Dalam operasionalnya, BMI menggunakan berbagai prinsop syariah
sebagaimana diatur dalam Undang – undang Nomor 21 Tahun 2008 tentanf Perbankan
Syariah.
Prinsip bagi
hasil sebagai salah satu landasan operasional bank, kemudian dikembangkan
menjadi 2 jenis produk yaitu produk pengerahan dana (menghimpun dana) dan
produk penyaluran dana. Kedua produk ini sama – sama menggunakan prinsip bagi
hasil, yaitu suatu prinsip yang mengatur tata cara pembagian hasil usaha antara
penyedia bana (bank) dengan pengelola dana (nasabah) maupun antara bank dengan
pengelola dana (nasabah) maupun antara bank dengan nasabah penyimpanan dana.
Yang termasuk jenis produk pengerahan dan antara lain tabungan umat, tabungan
mudharabah, deposito investasi mudharabah, tabungan haji mudharabah, tabungan
qurban, giro wadi’ah dan tabungan Trendi (Tabungan Remaja Nasional berDimensi
Syariahi). Sedangkan jenis produk penyaluran dana adalah pembiayaan mudharabah
dan pembiayaan ba’I bit al-taman ajil.
Pada umumnya,
produk yang dipasarkan oleh BMI sebagai produk pengerahan dana sebagai berikut
:
1. Giro
Wadi’ah, merupakan titipan murni yang dengan seizing penitip dapat dipergunakan
oleh bank.
2. Tabungan
Mudharabah, yaitu simpanan pihak ketiga di bank muamalat yang penarikannya
dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai dengan perjanjian.
3. Deposito
investasi mudharabah, yaitu investasi melalui simpanan pihak ketiga yang
pearikannya hanya dapat dilakukan dalam waktu tertentu setelah jatuh temo
dengan mendapat imbalan bagi hasil.
4. Yabungan
Haji Arafah, yaitu simpanan pihak ketiga yang penarikannya dilakukan pada saat
nasabah akan menunaikan ibadah haji atau pada kondisi – kondisi tertentu sesuai
dengan perjanjian nasabah.
5. Tabungan
Qurban, yaitu simpanan pihak ketiga yang dihimpunkan untuk ibadah qurban dengan
penarikan dilakukan pada saat nasabah akan melaksanakan ibadah qurban, atau
atas kesepakatan antara pihak bank dan nasabah.
6. Tabungan
Trendi (Tabungan Remaja Nusantara berDimensi Syariah), yaitu simpanan pihak
ketiga yang memberikan asuransi, beasiswa dan prestasi kepada ara penabung
khususnya para pelajar.
7. Tabungan
Ummat, yaitu simpanan dana pihak ketiga yang dananya dapat dipergunakan
oleh mudharib (bank) dimana nasabah akan
mendapat bagi hasil dari pendapatandana tersebut.
Sedangkan
untuk produk penyaluran dana, BMI mengeluarkan
tiga produk, yaitu:
1. Pembiayaan
Mudharabah. Dalam prakteknya, bank menyediakan dana atau modal kerja samapi
100%, sedangkan nasabah menyediakan usaha dan managemennya. Pengembalian
dilakukan oleh nasabah kepada bank berdasarkan perjanjian kedua belah pihak.
2. Pembiayaan
Mudharabah, yaitu suatu tatacara pemberian pinjaman dengan cara pembelian
barang yang dilakukan oleh bank. Kemudai untuk jangka waktu tertentu, kedua
belah pihak melakukan pembayaran secara tunai.
3. Pembiayaan
Bai bi al-Taman ajil. Suatu tatacara
pemberian pinjaman dengan cara pembelian barang yang dilakukan oleh bank.
Kemudian untuk jangka waktu tertentu, kedua belah pihak melakukan pembayaran
dengan cicilan.
4. Pembiayaan
Musyarakah, yaitu suatu tatacara penanaman modal (patungan) secara bersama –
sama antara bank dengan pihak lain.
Produk
BMI yang menggunakan jasa anatar lain, jasa penerbitan, jasa transfer, jasa
inkaso, Bank garansi dan sebagainya. Dengan demikian secara ringkas dapat
dikemukakan bahwa BMI menggunakan prinsip bagi hasil (mudharabah) dalam
menjalankan produk – produk bankyang keseluruhannya diambil dari fiqh
mu’amalah.
d.
Mekanisme
Perhitungan Bagi Hasil
Sebagaimana
yang telah dijalskan , prinsip bagi hasil di bank muamalat Indonesia merupkana
pengembangan dari konsep mudharabah yang
dikenal dalam kitab – kitab fiqh. Secara bahasa, mudharabah berasal dari kata dharib sebagai fi’il madi yang artinya
“saling berdagang”. Dari segi istilah mudharabah sama artinya dengan qiradh berasal dari kata al-Qardhu yang
berarti al-qath’u (potongan), karena pemilik harta / modal memotong sebagian
artinya untuk diperdagangkan atau memperoleh sebagian keuntungannya. Dengan
kata lainh, mudharabah bias disebut juga mu’amalah yaitu akadkedua belah pihak
lainnya untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungannya dibagi dua sesuai dengan
kesepakatan.
Prinsip
bagi hasil di bank muamalat Indonesia digunakan
untuk menghitung keuntungan antara bank dan nasabah. Bank bertindak
sebagai mudharib dan nasabah bertindsak sebagai shahib al-mal.
Mekanisme
perhitungan bagi hasil di BMI telah diatur melalui petugas khusus. Misalnya
langkah – langkah perhitungan bagi hasil dalam tabungan ummat dilakukan sebagai
berikut:
1. Pada
akhir bulan, depatemen Tabungan memeriksa rekening tabungan nasabah yang
bersaldo rata – rata tidak rendah dari
batas minimum yang ditentukan yaitu sebesar Rp. 10.000,- untuk memperoleh
keuntungan tabungan. Prosentase dana yang mengendap ini menunjukkan prosentse
dari dana tersebut yang berhak atas bagi hasil usaha banik.
2. Petugas
pemeriksa memastikan bahwa perhitungan bagi hasil keuntungan tabungan telah
dilakukan dengan benar. Caranya dengan mengalihkan prosentase dana yang
mengendap dari keseluruhan jumlah simpanan. Kemudian bank menetapkan jumlah
pendapatan hasil bank untuk masing – masing simpanan dengan mengalihkan hasil
bagi dari jumlah dana simpanan yang berhak atas bagi hasil usaha bank
seluruhnya dengan jumlah pendapatan bagi hasil bank untuk dibagikan yang
diperoleh seluruhnya.
3. Menumlahkan
seluruh keuntungan tabungan melalui debet dan kredit
4. Menetapkan
porsi bagi hasil antara bank dengan seluruh penabung, sesuai dengan situasi dan
kondisi pasar yang berlaku
5. Bagi
hasil dihitung atas dasar saldo rata – rata harian dalam bulan.
6. Bagi
hasil dihitung dan dibayar setiap akhir bulan dengan cara ditambahn bukukan
langsung kepada tabungan yang bersangkutan sehingga menambah saldo akhir.
e.
Simulasi
Produk Mudharabah
PT.
NIAGA ABADI memerlukan dana untuk menambah modal kerja usaha perdagangannya.
Untuk keperluan tersebut PT. NIAGA ABADI mengajukan fasilitas Pembiayaan kepada
Bank Muamalat dengan total kebutuhan dana Rp. 100.000.000,-
Setelah
dilakukan analisa keuangan, maka disetuji fasilitas Mudharabah oleh bank muamalat
kepada PT NIAGA ABADI, dengan persyaratan fasilitas Mudharabah sebagai berikut:
Platfond : Rp. 100.000.000,-
Jangka Waktu : 24
Bulan
Nisbah Bagi Hasil :
(berdasarkan Laba Bersih): 20% untuk bank dan 80% untuk nasabah (PT NIAGA
ABADI)
Obyek bagi hasil : Laba
Bersih
Biaya Administrasi :
Rp. 1.000-
Pembayaran Bagi Hasil :Dilaksanakan setiap akhir bulan
Pengembalian Pokok : PT NIAGA ABADI wajib pengakumulasi
keuntungan setiap bulan dan menyisihkannya untuk pengembalian waktu
E.
Administrasi
di Peradilan Agama
Dalam dunia peradilan,
dikenal dua bentuk administrasi, yakni administrasi umum yang biasa disebut
bidang kesekretariatan, dan administrasi perkara yang biasa disebut bidang
kepaniteraan. Bidang kesekretariatan mencakup administrasi perkantoran secara
umum, yang antara lain meliputi: administrasi kepegawaian, persuratan, keuangan
dan lain-lain yang tidak berkaitan dengan penerimaan dan penyelesaian perkara.
Pelaksanaan dan penanggungjawab bidang ini adalah sekretaris pengadilan,
dibantu oleh wakil sekretaris, dan kepala-kepala sub. (vide: pasal 43 UU.
No.7 Tahun1989). Tugas dan fungsi
peradilan agama
-
Tugas pokok:
Pengadilan
Agama bertugas dan berwenang mengadili perkara yang menjadi kewenangan
Pengadilan Agama dalam tingkat Pertama. Sebagaimana telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006, tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yakni
menyangkut perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah
dan ekonomi syari'ah.
Selain kewenangan
tersebut, pasal 52A Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 menyebutkan bahwa “Pengadilan
agama memberikan istbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada
tahun Hijriyah”. Penjelasan lengkap pasal 52A ini berbunyi: “Selama ini
pengadilan agama diminta oleh Menteri Agama untuk memberikan penetapan (itsbat)
terhadap kesaksian orang yang telah melihat atau menyaksikan hilal bulan pada
setiap memasuki bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal tahun Hijriyah dalam
rangka Menteri Agama mengeluarkan penetapan secara nasional untuk penetapan 1
(satu) Ramadhan dan 1 (satu) Syawal. Pengadilan Agama dapat memberikan
keterangan atau nasihat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan
waktu shalat.Di samping itu, dalam penjelasan UU nomor 3 tahun 2006 diberikan
pula kewenangan kepada PA untuk Pengangkatan Anak menurut ketentuan hukum
Islam. Adapun fungsi-fungsinya sebag berikut:
Untuk
melaksanakan tugas - tugas
pokok tersebut Pengadilan Agama mempunyai fungsi
sebagai berikut :
a. Fungsi
Mengadili (judicial
power), yaitu memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang menjadi
kewenangan pengadilan agama di wilayah hukum masing-masing ; (vide Pasal 49
Undang - Undang No. 7 Tahun 1989 jo. Undang - Undang No. 3 Tahun 2006)
b. Fungsi
Pengawasan, yaitu mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku
Hakim, Panitera / Sekretaris, dan seluruh jajarannya (vide : Pasal 53 ayat (1)
Undang - Undang No. 7 Tahun 1989 jo. Undang - Undang No. 3 Tahun 2006) ;Serta
terhadap pelaksanaan administrasi umum. (vide : Undang - Undang No. 4 Tahun
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman). Pengawasan tersebut dilakukan secara berkala
oleh Hakim Pengawas Bidang
c. Fungsi
Pembinaan, yaitu memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada
jajarannya, baik yang menyangkut tugas teknis yustisial, administrasi peradilan
maupun administrasi umum. (vide : Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006)
d. Fungsi
Administratif, yaitu memberikan pelayanan administrasi kepaniteraan bagi
perkara tingkat pertama serta penyitaan dan eksekusi, perkara banding, kasasi dan
peninjauan kembali serta administrasi peradilan lainnya. Dan memberikan
pelayanan administrasi umum kepada semua unsur di lingkungan Pengadilan Agama
(Bidang Kepegawaian, Bidang Keuangan dan Bidang Umum)
e. Fungsi
Nasehat, yaitu memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum
Islam pada instansi pemerintah di wilayah hukumnya, apabila diminta sebagaimana
diatur dalam Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama
f. Fungsi
lainnya, yaitu pelayanan terhadap penyuluhan hukum, riset dan penelitian serta
llain sebagainya, seperti diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah
Agung RI. Nomor : KMA/004/SK/II/1991
Ø Prosedur Peninjauan
Kembali
Permononan peninjauan
kembali atas suatu putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap hanya dapat diajukan ke Mahkamah Agung Rl berdasarkan
alasan sebagaimana diatur dalam pasal 67 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung sebagai berikut :
1. Apabila Putusan didasarkan atas suatu
kebohongan atau tipu muslihat dari pihak lawan yang diketahui
setelah perkara diputus atau pada suatu keterangan saksi atau surat-surat bukti
yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.
2. Apabila setelah diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan, yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat diketemukan.
3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang
dituntut.
4. Apabila mengenai suatu bahagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya.
5. Apabila antara pihak-pihak yang sama, mengenai suatu soal yang sama, atas
dasar yang sama, oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatannya telah
diberikan putusan yang satu dengan lainnya saling bertentangan.
6. Apabila dalam suatu putusan terdapat
ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan lainnya.
F.
ADMINISTRASI KOPERASI SYARI’AH
a.
Perkembangan Koperasi Syari’ah Di Indonesia
Seiring dengan perkembangan lembaga-lembaga keuangan syariah,
terutama perbankan syariah di Tanah Air, koperasi yang dikelola secara syariah
juga mulai bermunculan di berbagai daerah. Di antara lembaga-lembaga keuangan
syariah yang mengalami perkembangan cukup pesat adalah perbankan syariah, yang
tumbuh sekitar 40 persen per tahun dengan total aset yang sudah mencapai
sekitar Rp 140 triliun atau sekitar empat persen dari total aset perbankan
nasional.
Perkembangan perbankan syariah yang pesat tersebut tentunya juga
akan berdampak pada perkembangan lembaga-lembaga keuangan lainnya seperti
koperasi syariah. Apalagi, perbankan syariah kini didukung dengan gairah
keagamaan di Indonesia yang mengalami tren kenaikan sehingga berdampak pada
melonjaknya demand terhadap produk dan layanan yang bernuansa syariah.
Apalagi saat ini, sistem kapitalisme yang menjadi kebanggaan sistem
ekonomi global tengah terseok-seok lantaran virus krisis-keuangan dan ekonomi
yang secara terus-menerus menggerogotinya. Akibatnya, kapitalisme dan
liberalisme sebagai mainstream sistem ekonomi global mulai hilang
kredibilitasnya. Sementara, perekonomian yang dibangun di atas fondasi
kebersamaan dan kerakyatan, seperti koperasi dan UMKM, justru tampil gagah dan
kuat dalam menghadapi krisis ekonomi global.
Secara teologis, keberadaan koperasi syariah didasarkan pada surah
al-Maidah Ayat 2, yang menganjurkan untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan
dan melarang sebaliknya. Koperasi syariah mengandung dua unsur di dalamnya,
yakni ta aurun (tolong-menolong) dan syirkah (kerja sama). Dengan demikian,
koperasi syariah biasa disebut syirkatu at-tauniyyah, yaitu suatu bentuk kerja
sama tolong-menolong antarsesama anggota untuk meningkatkan kesejahteraan
bersama.
Dari segi legalitas, koperasi syariah belum tercantum dalam UU No 25/1992
tentang Perkoperasian. Untuk sementara, keberadaan koperasi syariah saat ini
didasarkan pada Keputusan Menteri (Kepmen) Koperasi dan UKM Republik Indonesia
No 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tanggal 10 September 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Kemudian, selanjutnya
diterbitkan instrumen pedoman standar operasional manajemen KJKS/UJKS Koperasi,
pedoman penilaian kesehatan KJKS/UJKS koperasi, dan pedoman pengawasan KJKS/
UJKS koperasi.
Koperasi Jasa Keuangan Syariah atau biasa disebut KJKS adalah
koperasi yang bergerak di bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan dengan
pola syariah. Sementara, Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS) Koperasi adalah unit
usaha dalam koperasi yang kegiatannya bergerak di bidang pembiayaan, investasi,
dan simpanan dengan pola syariah. UJKS koperasi biasa juga dianggap sebagai
koperasi , konvensional yang menawarkan produk dan layanan dengan pola syariah.
Seiring dengan bermunculannya koperasi syariah, tentunya diharapkan
ada payung hukum yang menaunginya berupa UU koperasi syariah tersendiri,
seperti pada UU Perbankan Syariah. Kalaupun belum bisa dengan UU tersendiri,
setidaknya dilakukan revisi terhadap UU Perkoperasian yang ada dengan
mengakomodasi keberadaan koperasi syariah. Kehadiran UU ini secara otomatis
akan mempercepat pertumbuhan koperasi syariah sebagaimana yang telah terjadi
pada perbankan syariah.
Beberapa koperasi syariah yang tergabung dalam KJKS/UJKS yang ada
saat ini adalah hasil konversi dari Baitul Mal dan wa Tamwil (BMT) yang juga
saat ini belum memiliki payung hukum. Adapun jumlah KJKS/UJKS koperasi per
April 2012 adalah sekitar 4.117 unit dengan jumlah anggota sekitar 762 ribu
anggota dan total asetnya mencapai Rp 5 triliun-Rp 8 triliun. Jumlah ini akan
semakin bertambah pada masa mendatang seiring dengan perkembangan industri
keuangan yang berbasis syariah akhir-akhir ini.
Strategi yang bisa dilakukan untuk mempercepat perkembangan
koperasi syariah ataupun lembaga mikro syariah lainnya adalah melalui program
linkage program dengan lembaga perbankan syariah.Bank-bank syariah bisa
menyalurkan pembiayaan mikronya lewat KJKS ataupun BMT yang jaringannya
tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini akan menghindarkan terjadinya perebutan
pasar antara perbankan dan lembaga keuangan mikro syariah yang selama ini sudah
menggarap sektor mikro dan menengah.
Program sinergi lembaga keuangan syariah ini akan mengoneksikan
jaringan bank dan lembaga keuangan mikro sehingga akan mendorong terjadinya
transfer manajemen dan teknologi di antara lembaga keuangan syariah. Misalnya,
jaringan BMT yang ada saat ini hampir mencapai 5 000-an unit dengan jumlah
cabang 22 ribu. Jika saja setiap desa yang kini berjumlah 78.124 memiliki BMT,
ini akan mempermudah perbankan melalu BMT mengakses desa-desa yang ada.
Koperasi syariah dan lembaga mikro keuangan syariah lainnya dapat
pula menggunakan jaringan masjid yang berjumlah 800 ribu. Ini akan menjadi
jaringan yang besar dalam mengakses permodalan dan pembiayaan.
Pemberdayaan umat melalui maksimalisasi peran koperasi dan lembaga
keuangan syariah berdampak pada peningkatan jumlah wirausaha-wirausaha baru
yang berasal dari pelosok desa di negeri ini. Jumlah pengusaha dari total
penduduk Indonesia sudah di kisaran 1,5 persen, tumbuh pesat yang sebelumnya hanya
sekitar 0,24 persen. Ini tidak terlepas dari kontribusi sektor koperasi dan
UMKM. Sudah saatnya perekonomian negeri ini dibangun berdasarkan semangat
kerakyatan, seperti koperasi yang memiliki imunitas kuat terhadap guncangan
krisis keuangan dan ekonomi.
b.
Produk dan jasa koperasi
syari’ah
1.
Penghimpunan Dana
Untuk mengembangkan usaha
Koperasi Syariah, maka para pengurus harus memiliki strategi pencarian dana,
sumber dana dapat diperoleh dari anggota, pinjaman atau dana-dana yang bersifat
hibah atau sumbangan. Semua jenis sumber dana tersebut dapat di klasifikasikan
sifatnya saja yang komersial, hibah atau sumbangan sekedar titipan saja. Secara
umum, sumber dana koperasi diklasifikasikan sebgai berikut:
a.
Simpanan Pokok
Simpanan pokok merupakan modal awal anggota yang disetorkan dimana
besar simpanan pokok tersebut sama dan tidak boleh dibedakan antara anggota.
Akad syariah simpanan pokok tersebut masuk katagori
akad Musyarakah. Tepatnya syirkah Mufawadhah yakni sebuah
usaha yang didirikan secara bersama-sama dua orang atau lebih, masing-masing
memberikan dana dalam porsi yang sama dan berpartisipasi dalam kerja dengan
bobot yang sama pula.
b.
Simpanan Wajib
Simpanan wajib masuk dalam katagori modal koperasi sebagaimana
simpanan pokok dimana besar kewajibannya diputuskan berdasarkan hasil
Musyawarah anggota serta penyetorannya dilakukan secara kontinu setiap bulannya
sampai seseorang dinyatakan keluar dari keanggotaan koperasi Syariah.
c.
Simpanan Sukarela
Simpanan anggota merupakan bentuk investasi dari anggota atau calon
anggota yang memiliki kelebihan dana kemudian menyimpanannya di Koperasi
Syariah. Bentuk simpanan sukarela ini memiliki dua jenis karakter antara lain:
1.
Karakter
pertama bersifat dana titipan yang disebut (Wadi’ah) dan diambil setiap saat.
Titipan (wadi’ah) terbagi atas dua macam yaitu titipan
(wadi’ah) Amanah dan titipan (wadi’ah) Yad dhomamah.
2.
Karakter
kedua bersifat Investasi, yang memang ditujukan untuk kepentingan usaha dengan
mekanisme bagi hasil (Mudharabah) baik Revenue Sharing, Profit
Sharingmaupun profit and loss sharing.
d.
Investasi pihak lain
Dalam melakukan operasionalnya lembaga Koperasi syariah sebagaimana
Koperasi konvensional pada ummnya, biasanya selalu membutuhkan suntikan dana
segar agar dapat mengembangkan usahanya secara maksimal, prospek pasar Koperasi
syariah teramat besar sementara simpanan anggotanya masih sedikit dan terbatas.
Oleh karenanya, diharapkan dapat bekerja sama dengan pihak-pihak lain seperti
Bank Syariah maupun program-program pemerintah. Investasi pihak lain ini dapat
dilakukan dengan menggunakan prinsip Mudharabah maupun
prinsip Musyarakah.
2.
Penyaluran Dana
Sesuai dengan sifat koperasi dan fungsinya, maka sumber dana
yang diperoleh haruslah disalurkan kepada anggota maupun calon anggota. Dengan
menggunakan Bagi Hasil (Mudharabah atau Musyarakah) dan juga dengan jual
Beli (Piutang Mudharabah, Piutang salam, piutang Istishna’ dan sejenisnya),
bahkan ada juga yang bersifat jasa umum, misalnya pengalihan piutang
(Hiwalah), sewa menyewa barang (ijarah) atau pemberian manfaat berupa
pendidikan dan sebagainya.
a.
Investasi/Kerjasama
Kerjasama dapat dilakukan
dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah. Dalam penyaluran
dana dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah Koperasi
syariah berlaku sebagai pemilik dana (Shahibul maal) sedangkan pengguna dana
adalah pengusaha (Mudharib), kerja sama dapat dilakukan dengan mendanai sebuah
usaha yang dinyatakan layak untuk dikasi modal. Contohnya: untuk pendirian
klinik, kantin, toserba dan usaha lainnya
b.
Jual Beli (Al Bai’)
Pembiayaan jual beli dalam
UJKS pada Koperasi syariah memiliki beragam jenis yang dapat dilakukan antara
lain seperti:
1.
Jual
beli secara tangguh antara penjual dan pembeli dimana kesepakatan harga
sipenjual menyatakan harga belinya dan si pembeli mengetahui keuntungan
penjual, transaksi ini disebut Bai Al Mudharabah.
2.
Jual
beli secara pararel yang dilakukan oleh 3 pihak, sebagai contoh pihak 1 memesan
pakaian seragam sebanyak 100 setel kepada Koperasi syariah dan Koperasi Syariah
memesan dari Konveksi untuk dibuatkan 100 setel seragam yang dimaksud dan
Koperasi membayarnya dengan uang muka dan dibayar setelah jadi, setelah selesai
diserahkan ke pihak 1 dan pihak 1 membayarnya baik secara tunai maupun
diangsur, pembiayaan ini disebut Al Bai Istishna.Jika Koperasi membayarnya
dimuka disebut Bai’ Salam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Lembaga Islam
adalah sistem norma yang didasarkan pada ajaran Islam, yang sengaja diadakan
untuk memenuhi kebutuhan umat Islam yang sangat beragam mengikuti perkembangan
zaman. Kebutuhan tersebut diantaranya adalah kebutuhan keluarga, kebutuhan
pendidikan, kebutuhan hukum, kebutuhan ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
2.
Secara umum, lembaga Islam memiliki beberapa
fungsi pokok, diantaranya adalah :
a.
Memberikan pedoman pada anggota masyarakat
muslim tentang bagaimana mereka harus bersikap dalam menghadapi berbagai
masalah yang timbul dan berkembang di masyarakat, terutama kebutuhan yang
menyangkut kebutuhan pokok.
b.
Memberikan pegangan kepada masyarakat
bersangkutan dalam melakukan pengendalian sosial menurut sistem tertentu yaitu
sistem pengawasan tingkah laku para anggotanya.
c.
Menjaga keutuhan masyarakat. Dari beberapa
fungsi yang melekat pada lembaga sosial tersebut di atas, jelas bahwa apabila
seseorang hendak mempelajari dan memahami masyarakat tertentu, maka ia harus
memperhatikan dengan seksama lembaga yang terdapat dalam masyarakat yang
bersangkutan.
3. Macam-macam Lembaga Islam diantaranya, yatu:
a.
Administrasi Haji
b.
Administrsi Perbankan Syari’ah
c.
Administrasi peradilan agama
d.
Administrasi Koperasi Syari’a