Rabu, 11 Maret 2015

BAB I
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Lembaga Islam

Sebelum masuk ke dalam pembahasan mengenai pengertian lembaga Islam, perlu di ketahui bahwa ada beberapa istilah yang berhubungan dengan lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan. Istilah lembaga kemasyarakatan merupakan terjemahan dari istilah asing social institution.Tetapi para pakar menyatakan bahwa padanan dari istilah trsebut adalah pranata sosial, karena merujuk pada adanya unsur-unsur yang mengatur tingkah laku masyarakat. Selain itu juga ada ahli ilmu sosial yang menggambarkan padanan lain yaitu bangunan sosial, terjemahan dari bahasa Jerman Soziale Gebilde.
Sedangkan pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan tata hubungan yang berpusat pada aktivitas-aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan mereka di dalam masyarakat.
Dari sedikit uraian diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa istilah lembaga mengandung dua pengertian, yaitu pranata yang mengandung arti norma atau sistem, dan bangunan yang menggambarkan bentuk dan susunan institusi sosial.
Pembahasan yang lebih khusus lagi tentang lembaga Islam, bahwa pengertian Lembaga Islam adalah sistem norma yang didasarkan pada ajaran Islam, yang sengaja diadakan untuk memenuhi kebutuhan umat Islam yang sangat beragam mengikuti perkembangan zaman. Kebutuhan tersebut diantaranya adalah kebutuhan keluarga, kebutuhan pendidikan, kebutuhan hukum, kebutuhan ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

B.     Fungsi Lembaga Islam Di Indonesia
 Secara umum, lembaga Islam memiliki beberapa fungsi pokok, diantaranya adalah :
1.      Memberikan pedoman pada anggota masyarakat muslim tentang bagaimana mereka harus bersikap dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul dan berkembang di masyarakat, terutama kebutuhan yang menyangkut kebutuhan pokok.
2.      Memberikan pegangan kepada masyarakat bersangkutan dalam melakukan pengendalian sosial menurut sistem tertentu yaitu sistem pengawasan tingkah laku para anggotanya.
3.      Menjaga keutuhan masyarakat. Dari beberapa fungsi yang melekat pada lembaga sosial tersebut di atas, jelas bahwa apabila seseorang hendak mempelajari dan memahami masyarakat tertentu, maka ia harus memperhatikan dengan seksama lembaga yang terdapat dalam masyarakat yang bersangkutan.

C.    Administrasi Haji
a.      Sekilas Mengenai Perjalanan Haji Di Indonesia
Minat penduduk Indonesia melakukan ibadah haji sudah ada sejak lama. Berdasarkan catatan sejarah yang resmi ditemukan bahwa perjalanan haji penduduk Indonesia diawali pada masa kesultanan. Gelar sultan yang digunakan oleh raja-raja di Jawa merupakan suatu penyerapan unsur budaya Arab terhadap para raja sebagai akibat kepergian mereka ke Mekkah. Hal ini seakan-akan bagi para sultan memperoleh pengesahan secara sakral untuk kedudukan mereka setelah mereka pulang dari Mekkah.
Pengaruh ibadah haji bagi seseorang yang telah menunaikan ibadah haji tidak selalu mengesankan. Terutama sejak Belanda menaruh curiga yang berlebihan terhadap para haji, misalnya, Raffles menganggap perjalanan ibadaha haji ke Mekkah sebagai bahaya politik. Berdasarkan pengetahuan yang sangat terbatas tentang Islam, Raffles menganggap orang yang telah menjalankan ibadah haji sebagai pendeta. Dalam hubungan ini ia mengatakan bahw asetiap orang Arab dari Mekkah, maupun setiap orang Jawa yang kembali dari ibadah haji, akan berlagak sebagai orang suci. Kepercayaan orang awam akan meningkat sedemikian rupa, sehingga acap kali orang-orang itu dilengkapi dengan kekuatan gaib. Lebih jauh Raffles beranggapan, karena para haji itu begitu dihormati, maka tidak sulit bagi mereka untuk menghasut rakyat agar melakukan pemberontakan. Dan para haji acapkali dijadikan alat penguasa pribumi untuk menghalangi kepentingan Belanda.
b.      Persiapan Ibadah Haji
1.      Permohonan Formulir Ibadah Haji
        Pada masa kemerdekaan, penyelenggaraan ibadah haji dilakukan oleh Departemen Agama. Mula-mula orang yang berniat melaksanakan ibadah haji mengajukan permohonan ibadah haji dengan mengisi Surat Pendaftaran Pergi Haji (SPPH) pada beberapa bank yang ditunjuk pemerintah. Surat Pendaftaran Pergi Haji (SPPH) itu terdiri dari 3 lembar dengan 3warna, yaitu warna putih untuk BPS BPIH, warna merah untuk Depag Kota/Kabupaten dan warna hijau muda untuk calon jemaah haji.
Pada dasarnya setiap warga negara Indonesia yang akan menunaikan ibadah haji akan mendaftarkandiri ke Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kota dengan memenuhi syarat sebagai berikut:
1.      Beragama Islam
2.      Memiliki KTP yang masih berlaku
3.      Berdomisili di Indonesia
4.      Sehat Jasmani dan Rohani
5.      Calon jamaah haji wanita disertai mahram
6.      Mengisi SPPH yang ada di bank-bank yang ditunjuk pemerintah.
7.      Melunasi BPIH
8.      Mendaftar pada kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kota tempat domisili calon jemaah

2.      Pembayaran Ibadah Haji
       Jumlah dan ongkos haji dilakukan berdasrkan keputusan Presiden RI. Penentuan besarnya BPIH tersebut diputuskan melalui rapat Komisi VIII DPR dengan jajaran Kementerian Agama dan ditetapkan dengan meperhatikan prinsip keadilan. Sistem pendaftaran haji terbagi menjadi dua bagian, yaitu sistem lunas dan sistem tabungan dengan penjelasan sebagai berikut:
1.      Calon jemaah haji yang mendaftar dengan sistem lunas prosedur pendaftarannya ialah:
a.       Calon jemaah haji memeriksakan kesehatannya untuk memperoleh surat keterangan sehat.
b.      Menyerahkan surat keterangan sehat ke BPS BPIH dengan mengisi formulir SPPH, kemudian menyerahkan ke petugas BPS BPIH disertai photo ukuran 3x4 sebanyak 2 buah dan menyetor BPIH tahun 2000
c.       Petugas BPS BPIH memasukkan data calon jemaah haji ke SISKOHAT sesuai SPPH
d.      Calon jemaah haji menyetor lunas BPIH sesuai dengan paket yang dipilih dan BPS BPIH mencetak bukti setoran lunas BPIH sebanyak 5 lembar.
Calon jemaah haji yang telah menerima setoran lunas BPIH, segera mendaftarkan kepada Kantor Departemen Agama Kab/Kota tempat dimana calon jemaah berdomisili paling lambat 7 hari setelah menerima lembar bukti setor lunas BPIH yang menyerahkan:
a.       Surat keterangan sehat dari Puskesmas
b.      Foto copy KTP yang masih berlaku dengan memperlihatkan KTP aslinya.
c.       Pas foto terbaru ukuran 2x3 sebanyak 16 lembar, 6x6 sebanyak 2 lembar untuk paspor haji SPMA dan tanda pengenal jemaah.

c.        Pelaksanaan Ibadah Haji
1.      Mekanisme Pemberangkatan Ibadah Haji
Mula-mula dilakukan dengan mengadakan pembinaan haji yang diselenggarakan oleh Depag baik secara perorangan maupun kelompok, tak terkecuali bagi Ketua Regu dan Ketua Rombongan. Kemudian diatur kelompok terbang (kloter) yang terdiri atas ketua kloter, ketua rombongan dan ketua regu.
2.      Mekanisme Pengaturan Jemaah Haji di Tanah Suci
Pengaturan jemaah haji di tanah suci dilakukan dengan cara menyewa pemondokan    jemaah haji yang telah mendapat ijin dari pemerintah Arab Saudi. Pengaturan pemondokan bagi jemaah haji sesungguhnya mengikuti paket pembayaran haji yang diikuti oleh masing-masing jemaah.
3.      Mekanisme Pemulangan Jemaah Haji
Pemulangan jemaah haji dilakukan pada saat ibadah haji telah dilakukan. Yang paling penting diperhatikan mengenai pengaturan pemulangan itu ialah:
1.      Jamaah haji beristirahat menunggu pemulangan ke tanah air.
2.      Jamaah haji menimbang barang bawaannya dengan ketentuan dibawa hanya satu tas dan koper yang jumlahnya 35 kg
3.      Jemaah haji menerima paspor haji dan tiket pesawat 8 jam sebelum berangkat ke Bandara King Abdul Aziz yang dibagikan melalui ketua kloter masing-masing.

d.      Proses Perjalanan Ibadah Haji
1.      Persiapan Pemberangkatan
a.       Persiapan Mental Spiritual
b.      Persiapan Material
2.      Pemberangkatan
a.       Sebelum berangkat dianjurkan untuk shalat sunat dan berdo’a untuk keselamatan diri, keluarga dan jamaah haji lainnya.
b.      Selama perjalanan dari rumah sampai Asrama Haji Embarkasi, dianjurkan memperbanyak zikir dan do’a.
c.       Di Asrama Haji Embarkasi
-          Menyerahkan SPMA dan bukti setor lunas BPIH
-          Pemeriksaan kesehatan, menerima kartu akomodasi, paspor, gelang dan living cost
-          Menempati kamar yang telah disiapkan, istirahat, mengikuti bimbingan haji dan tidak keluar dari Asrama.
d.      Di pesawat
-          Masuk pesawat dengan tertib dan mematuhi petunjuk yang disampaikan petugas.
-          Duduk tenang, perbanyak do’a dan jika tidak ada keperluan jangan berjalan hilir mudik selama dalam perjalanan.
-          Perhatikan tata cara penggunaan kamar kecil dan alat-alat lainnya.
3.      Di Bandara
a.       Bandara Amir Muhammad Bin Abdul Aziz (Gelombang I)
-          Turun dari pesawat masuk ruang tunggu, akan dilakukan pemeriksaan badan, paspor, buku kesehatan dan barang bawaan.
-          Masuk bis dan berangkat ke pemondokan di Madinah
b.      Bandara King Abdul Aziz Jeddah (Gelombang II)
-          Turun dari pesawat masuk ruang tunggu, akan dilakukan pemeriksaan badan, paspor, buku kesehatan dan barang bawaan.
-          Istirahat sambil menunggu keberangkatan ke Mekkah dan persiapan Umroh.
4.      Madinah
-          Masuk pemondokan yang telah disediakan dengan teratur, istirahat kemudian kenali lingkungan sekitar
-          Shalat Arba’in di masjid Nabawi dan ziarah ke makam nabi
-          Ziarah ke makan Syuhada dll
-          Setelah 9 hari siap-siap menuju Mekkah untuk Umrah/haji melalui Bir Ali.
5.      Di Bir Ali
-          Berwudhu bagi yang batal dan shalat sunat ihram dua rakaat
-          Niat umroh bagi yang Tamattu’, niat haji bagi yang melakukan Ifrad, niat haji dan umrah bagi yang melakukan Qiran
-          Berangkat ke Mekkah membaca talbiyah dan do’a
6.      Di Mekkah
-          Masuk pemondokan yang telah tersedia dengan teratur dan istirahat secukupnya.
D.    Administrsi Perbankan Syari’ah
a.      Latar Belakang Berdirinya Bank Muamalat Indonesia
    Dalam Operasionalnya Bank Muamalat Menggunakan Sistem mudharabah. System ini berakar dari tradisi fiqih, terutama fiqih muamalah. Oleh karena itu bank ini mengklaim dirinya sebagai bank syariah. Ide konkrit pendirian bank muamalat berawal lolakarya “Bunga Bank dan Perbankan” yang diadakan oleh majelis ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 agustus 1990 di cisarua. Ide ini kemudian lebih dipertegas lagi dalam Munas IV MUI di hotel Syahid Jaya Jakarta tanggal 22-25 agustus 1990. Atas dasar amanat Munas IV MUI inilah langkah pertama untuk mendirikan bank syraiah di Indonesia dimulai. Tak lama setelah munas IV, MUI membentuk kelompok kerja untuk mempersiapkan segala sesuatunya yang diketuai oleh bapak Projodjo Kusumo, Sekjen MUI. Demi kelancaran pelaksanaan tersebut, tim Pokja membentuk tim kecil “penyiapan buku panduan bank tanpa bunga” yang diketuai oleh M. Amin Aziz dengan anggota syahrul ralie siregar, A. Malik, dan Zaenulbahar Noor. Tim kecil ini kemudian diperkuat dengan masuknya Abdul Aziz Kuntadji, Amir Batubara, Karnaen Perwata Atmadja, Fuadi Muarad, Chalid Hsb, Jimly Asshiddiqie dan Abdul Mugni.
b.      Struktur Organisasi Bank Mu’amalat Indonesia
Dalam menjalankan usahanya, BMI didukung oleh sejumlah staff yang handal. Mereka memiliki tugas-tugas untuk me-manage­perbankan secara professional. Secara organisatoris, masing-masing staff tersebut bertanggung jawab terhadap kinerja perbankan. Tugas-tugas masing-masing staff dan karyawan bank muamalat Indonesia Cabang Bandung adalah sebagai berikut:
1.      Kepala Cabang
-          Bertanggung jawab atas jalannya operasional dan financial cabang
-          Bertanggung jawab atas jalannya kebijaksanaan atau ketentuan perusahaan; menyelesaikan segala persoalan yang muncul di cabang yang dipimpinnya; membina hubungan baik dengan instansi terkait atau penguasa.
2.      Manager Operasional
-          Beratanggung jawab atas jalannya operasional perbankan
-          Membantu tugas-tugas pemimpin cabang
-          Memeilahara likuiditas bank dengan baik
3.      Account Manager
-          Bertanggung jawab atas penyaluran pembiayaan
-          Membina hubungan dengan nasabah atau debitur
-          Menjaga agar pembiayaan yang telah tersalurkan tetap lancar
-          Menyelesaikan pembiayaan yang kurang lancar/macet
-          Mobilisasi dana masyarakat seoptimal mungkin
4.      Layanan Nasabah
-          Memberikan pelayanan kepada pengguna jasa bank
-          Memberi informasi tentang produk-produk bank
-          Memberi segala informasi yang dibutuhkan oleh nasabah tentang bank
-          Menyelesaikan persoalan yang muncul sehubungan dengan keluhan nasabah
5.      Kas/Teller
-          Bertanggung jawab atas semua transaksi dalam kas
-          Memeriksa atau menyerahkan uang dari atau ke nasabah karena adanya transaksi
-          Mengambil atau menyetor uang dari bank ke bank Indonesia
-          Memberi pelayanan yang baik kepada counter kas
6.      Operasional (penata jasa)
-          Melakukan pembukaan atas transaksi tabungan giro dan deposito
-          Bertanggung jawab atas transaksi, transfer, inkaso, kliring dan jasa perbankan lainnya
-          Melakukan laporan mingguan atau bulanan tentang likuiditas bank kepada bank Indonesia
7.      Layanan Umum
-          Melakukan invetarisasi semua inventaris kantor
-          Bertanggung jawab atas penyediaan barang/perlengkapan kantor
-          Bertanggung jawab atas transaksi kas kecil
8.      Operasi Pembiayaan
-          Melakukan pembukuan atas transaksi yang ada kaitannya dengan pembiayaan
-          Mengidintifikasi status debitur yang lancar, kurang lancar atau macet
9.      Support Pembiayaan
-          Mengadministrasikan semua dokumen yang ada kaitannya dengan pembiyaan atau debitur
-          Melakukan transaksi atas jaminan yang diajukan dalam pembiayaan
-          Memeriksa kelegalan atau dokumen pembiayaan atas nasabah lainnya
-          Melakukan laporan bulanan kepada bank Indonesia mengenai pembiayaan yang telah disalurkan
10.  Personalia
-          Atas proses rekruitmen, penempatan, pengembangan, pemeliharan dan pengunaan karyawan
-          Melakukan pembayaran gaji dan konpensasi lainnya pada karyawan
-          Menerapkan kebijaksanaan perusahaan mengenai kepersonaliaan

11.  Sekertaris Pimpinan Cabang
-          Mengadministrasikan pekerjaan pekerjaan pimpinan
-          Membantu pekerjaan administrasi pimpinan
12.  Data Control
-          Melakukan pengawasan atas jalannya operasional perusahaan agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku
13.  Resident Auditor
-          Mengawasi semua aktivitas cabang agar sesuai dengan ketentuan yang ada.

c.       Produk Bank Muamalat Operasional
   Dalam operasionalnya, BMI  menggunakan berbagai prinsop syariah sebagaimana diatur dalam Undang – undang Nomor 21 Tahun 2008 tentanf Perbankan Syariah.
Prinsip bagi hasil sebagai salah satu landasan operasional bank, kemudian dikembangkan menjadi 2 jenis produk yaitu produk pengerahan dana (menghimpun dana) dan produk penyaluran dana. Kedua produk ini sama – sama menggunakan prinsip bagi hasil, yaitu suatu prinsip yang mengatur tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia bana (bank) dengan pengelola dana (nasabah) maupun antara bank dengan pengelola dana (nasabah) maupun antara bank dengan nasabah penyimpanan dana. Yang termasuk jenis produk pengerahan dan antara lain tabungan umat, tabungan mudharabah, deposito investasi mudharabah, tabungan haji mudharabah, tabungan qurban, giro wadi’ah dan tabungan Trendi (Tabungan Remaja Nasional berDimensi Syariahi). Sedangkan jenis produk penyaluran dana adalah pembiayaan mudharabah dan pembiayaan ba’I bit al-taman ajil.
Pada umumnya, produk yang dipasarkan oleh BMI sebagai produk pengerahan dana sebagai berikut :
1.      Giro Wadi’ah, merupakan titipan murni yang dengan seizing penitip dapat dipergunakan oleh bank.
2.      Tabungan Mudharabah, yaitu simpanan pihak ketiga di bank muamalat yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai dengan perjanjian.
3.      Deposito investasi mudharabah, yaitu investasi melalui simpanan pihak ketiga yang pearikannya hanya dapat dilakukan dalam waktu tertentu setelah jatuh temo dengan mendapat imbalan bagi hasil.
4.      Yabungan Haji Arafah, yaitu simpanan pihak ketiga yang penarikannya dilakukan pada saat nasabah akan menunaikan ibadah haji atau pada kondisi – kondisi tertentu sesuai dengan perjanjian nasabah.
5.      Tabungan Qurban, yaitu simpanan pihak ketiga yang dihimpunkan untuk ibadah qurban dengan penarikan dilakukan pada saat nasabah akan melaksanakan ibadah qurban, atau atas kesepakatan antara pihak bank dan nasabah.
6.      Tabungan Trendi (Tabungan Remaja Nusantara berDimensi Syariah), yaitu simpanan pihak ketiga yang memberikan asuransi, beasiswa dan prestasi kepada ara penabung khususnya para pelajar.
7.      Tabungan Ummat, yaitu simpanan dana pihak ketiga yang dananya dapat dipergunakan oleh  mudharib (bank) dimana nasabah akan mendapat bagi hasil dari pendapatandana tersebut.
Sedangkan untuk produk penyaluran dana, BMI mengeluarkan  tiga produk, yaitu:
1.      Pembiayaan Mudharabah. Dalam prakteknya, bank menyediakan dana atau modal kerja samapi 100%, sedangkan nasabah menyediakan usaha dan managemennya. Pengembalian dilakukan oleh nasabah kepada bank berdasarkan perjanjian kedua belah pihak.
2.      Pembiayaan Mudharabah, yaitu suatu tatacara pemberian pinjaman dengan cara pembelian barang yang dilakukan oleh bank. Kemudai untuk jangka waktu tertentu, kedua belah pihak melakukan pembayaran secara tunai.
3.      Pembiayaan Bai bi al-Taman ajil. Suatu tatacara pemberian pinjaman dengan cara pembelian barang yang dilakukan oleh bank. Kemudian untuk jangka waktu tertentu, kedua belah pihak melakukan pembayaran dengan cicilan.
4.      Pembiayaan Musyarakah, yaitu suatu tatacara penanaman modal (patungan) secara bersama – sama antara bank dengan pihak lain.
Produk BMI yang menggunakan jasa anatar lain, jasa penerbitan, jasa transfer, jasa inkaso, Bank garansi dan sebagainya. Dengan demikian secara ringkas dapat dikemukakan bahwa BMI menggunakan prinsip bagi hasil (mudharabah) dalam menjalankan produk – produk bankyang keseluruhannya diambil dari fiqh mu’amalah.
d.      Mekanisme Perhitungan Bagi Hasil
Sebagaimana yang telah dijalskan , prinsip bagi hasil di bank muamalat Indonesia merupkana pengembangan dari konsep  mudharabah yang dikenal dalam kitab – kitab fiqh. Secara bahasa, mudharabah berasal dari kata dharib sebagai fi’il madi yang artinya “saling berdagang”. Dari segi istilah mudharabah sama artinya dengan qiradh berasal dari kata al-Qardhu yang berarti al-qath’u (potongan), karena pemilik harta / modal memotong sebagian artinya untuk diperdagangkan atau memperoleh sebagian keuntungannya. Dengan kata lainh, mudharabah bias disebut juga mu’amalah yaitu akadkedua belah pihak lainnya untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungannya dibagi dua sesuai dengan kesepakatan.
Prinsip bagi hasil di bank muamalat Indonesia digunakan  untuk menghitung keuntungan antara bank dan nasabah. Bank bertindak sebagai mudharib dan nasabah bertindsak sebagai shahib al-mal.
Mekanisme perhitungan bagi hasil di BMI telah diatur melalui petugas khusus. Misalnya langkah – langkah perhitungan bagi hasil dalam tabungan ummat dilakukan sebagai berikut:
1.      Pada akhir bulan, depatemen Tabungan memeriksa rekening tabungan nasabah yang bersaldo  rata – rata tidak rendah dari batas minimum yang ditentukan yaitu sebesar Rp. 10.000,- untuk memperoleh keuntungan tabungan. Prosentase dana yang mengendap ini menunjukkan prosentse dari dana tersebut yang berhak atas bagi hasil usaha banik.
2.      Petugas pemeriksa memastikan bahwa perhitungan bagi hasil keuntungan tabungan telah dilakukan dengan benar. Caranya dengan mengalihkan prosentase dana yang mengendap dari keseluruhan jumlah simpanan. Kemudian bank menetapkan jumlah pendapatan hasil bank untuk masing – masing simpanan dengan mengalihkan hasil bagi dari jumlah dana simpanan yang berhak atas bagi hasil usaha bank seluruhnya dengan jumlah pendapatan bagi hasil bank untuk dibagikan yang diperoleh seluruhnya.
3.      Menumlahkan seluruh keuntungan tabungan melalui debet dan kredit
4.      Menetapkan porsi bagi hasil antara bank dengan seluruh penabung, sesuai dengan situasi dan kondisi pasar yang berlaku
5.      Bagi hasil dihitung atas dasar saldo rata – rata harian dalam bulan.
6.      Bagi hasil dihitung dan dibayar setiap akhir bulan dengan cara ditambahn bukukan langsung kepada tabungan yang bersangkutan sehingga menambah saldo akhir.

e.       Simulasi Produk Mudharabah
PT. NIAGA ABADI memerlukan dana untuk menambah modal kerja usaha perdagangannya. Untuk keperluan tersebut PT. NIAGA ABADI mengajukan fasilitas Pembiayaan kepada Bank Muamalat dengan total kebutuhan dana Rp. 100.000.000,-
Setelah dilakukan analisa keuangan, maka disetuji fasilitas Mudharabah oleh bank muamalat kepada PT NIAGA ABADI, dengan persyaratan fasilitas Mudharabah sebagai berikut:
Platfond                                  : Rp. 100.000.000,-
Jangka Waktu                         : 24 Bulan
Nisbah Bagi Hasil                     : (berdasarkan Laba Bersih): 20% untuk bank dan 80% untuk nasabah (PT NIAGA ABADI)
Obyek bagi hasil                     : Laba Bersih
Biaya Administrasi                 : Rp. 1.000-
Pembayaran Bagi Hasil           :Dilaksanakan setiap akhir bulan
Pengembalian Pokok               : PT NIAGA ABADI wajib pengakumulasi keuntungan setiap bulan dan menyisihkannya untuk pengembalian waktu
E.     Administrasi di Peradilan Agama
    Dalam dunia peradilan, dikenal dua bentuk administrasi, yakni administrasi umum yang biasa disebut bidang kesekretariatan, dan administrasi perkara yang biasa disebut bidang kepaniteraan. Bidang kesekretariatan mencakup administrasi perkantoran secara umum, yang antara lain meliputi: administrasi kepegawaian, persuratan, keuangan dan lain-lain yang tidak berkaitan dengan penerimaan dan penyelesaian perkara. Pelaksanaan dan penanggungjawab bidang ini adalah sekretaris pengadilan, dibantu oleh wakil sekretaris, dan kepala-kepala sub. (vide: pasal 43 UU. No.7  Tahun1989). Tugas dan fungsi peradilan agama  
-          Tugas pokok:      
       Pengadilan Agama bertugas dan berwenang mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat Pertama. Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yakni menyangkut perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syari'ah.
          Selain kewenangan tersebut, pasal 52A Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 menyebutkan bahwa “Pengadilan agama memberikan istbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah”. Penjelasan lengkap pasal 52A ini berbunyi: “Selama ini pengadilan agama diminta oleh Menteri Agama untuk memberikan penetapan (itsbat) terhadap kesaksian orang yang telah melihat atau menyaksikan hilal bulan pada setiap memasuki bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal tahun Hijriyah dalam rangka Menteri Agama mengeluarkan penetapan secara nasional untuk penetapan 1 (satu) Ramadhan dan 1 (satu) Syawal. Pengadilan Agama dapat memberikan keterangan atau nasihat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu shalat.Di samping itu, dalam penjelasan UU nomor 3 tahun 2006 diberikan pula kewenangan kepada PA untuk Pengangkatan Anak menurut ketentuan hukum Islam. Adapun fungsi-fungsinya sebag berikut:
          Untuk   melaksanakan   tugas  -  tugas   pokok   tersebut  Pengadilan  Agama mempunyai fungsi sebagai berikut :
a.       Fungsi Mengadili (judicial power), yaitu memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang menjadi kewenangan pengadilan agama di wilayah hukum masing-masing ; (vide Pasal 49 Undang - Undang No. 7 Tahun 1989 jo. Undang - Undang No. 3 Tahun 2006)
b.      Fungsi Pengawasan, yaitu mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera / Sekretaris, dan seluruh jajarannya (vide : Pasal 53 ayat (1) Undang - Undang No. 7 Tahun 1989 jo. Undang - Undang No. 3 Tahun 2006) ;Serta terhadap pelaksanaan administrasi umum. (vide : Undang - Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman). Pengawasan tersebut dilakukan secara berkala oleh Hakim Pengawas Bidang
c.       Fungsi Pembinaan, yaitu memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada jajarannya, baik yang menyangkut tugas teknis yustisial, administrasi peradilan maupun administrasi umum. (vide : Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006)
d.      Fungsi Administratif, yaitu memberikan pelayanan administrasi kepaniteraan bagi perkara tingkat pertama serta penyitaan dan eksekusi, perkara banding, kasasi dan peninjauan kembali serta administrasi peradilan lainnya. Dan memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur di lingkungan Pengadilan Agama (Bidang Kepegawaian, Bidang Keuangan dan Bidang Umum)
e.       Fungsi Nasehat, yaitu memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum Islam pada instansi pemerintah di wilayah hukumnya, apabila diminta sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
f.       Fungsi lainnya, yaitu pelayanan terhadap penyuluhan hukum, riset dan penelitian serta llain sebagainya,  seperti  diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI. Nomor : KMA/004/SK/II/1991
Ø  Prosedur Peninjauan Kembali
     Permononan peninjauan kembali atas  suatu putusan Pengadilan Agama yang  telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap hanya dapat diajukan ke Mahkamah Agung Rl berdasarkan alasan sebagaimana diatur dalam pasal 67 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagai berikut :
1.      Apabila  Putusan  didasarkan  atas  suatu kebohongan  atau  tipu muslihat dari pihak lawan yang diketahui setelah perkara diputus atau pada suatu keterangan saksi atau surat-surat bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.
2.      Apabila setelah diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan, yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat diketemukan.
3.      Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut.
4.      Apabila mengenai suatu bahagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya.
5.      Apabila antara pihak-pihak yang sama, mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama, oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatannya telah diberikan putusan yang satu dengan lainnya saling bertentangan.
6.      Apabila  dalam  suatu  putusan  terdapat ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan lainnya.
F.     ADMINISTRASI KOPERASI SYARI’AH

a.      Perkembangan Koperasi Syari’ah Di Indonesia
Seiring dengan perkembangan lembaga-lembaga keuangan syariah, terutama perbankan syariah di Tanah Air, koperasi yang dikelola secara syariah juga mulai bermunculan di berbagai daerah. Di antara lembaga-lembaga keuangan syariah yang mengalami perkembangan cukup pesat adalah perbankan syariah, yang tumbuh sekitar 40 persen per tahun dengan total aset yang sudah mencapai sekitar Rp 140 triliun atau sekitar empat persen dari total aset perbankan nasional.
Perkembangan perbankan syariah yang pesat tersebut tentunya juga akan berdampak pada perkembangan lembaga-lembaga keuangan lainnya seperti koperasi syariah. Apalagi, perbankan syariah kini didukung dengan gairah keagamaan di Indonesia yang mengalami tren kenaikan sehingga berdampak pada melonjaknya demand terhadap produk dan layanan yang bernuansa syariah.
Apalagi saat ini, sistem kapitalisme yang menjadi kebanggaan sistem ekonomi global tengah terseok-seok lantaran virus krisis-keuangan dan ekonomi yang secara terus-menerus menggerogotinya. Akibatnya, kapitalisme dan liberalisme sebagai mainstream sistem ekonomi global mulai hilang kredibilitasnya. Sementara, perekonomian yang dibangun di atas fondasi kebersamaan dan kerakyatan, seperti koperasi dan UMKM, justru tampil gagah dan kuat dalam menghadapi krisis ekonomi global.
Secara teologis, keberadaan koperasi syariah didasarkan pada surah al-Maidah Ayat 2, yang menganjurkan untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan dan melarang sebaliknya. Koperasi syariah mengandung dua unsur di dalamnya, yakni ta aurun (tolong-menolong) dan syirkah (kerja sama). Dengan demikian, koperasi syariah biasa disebut syirkatu at-tauniyyah, yaitu suatu bentuk kerja sama tolong-menolong antarsesama anggota untuk meningkatkan kesejahteraan bersama.
Dari segi legalitas, koperasi syariah belum tercantum dalam UU No 25/1992 tentang Perkoperasian. Untuk sementara, keberadaan koperasi syariah saat ini didasarkan pada Keputusan Menteri (Kepmen) Koperasi dan UKM Republik Indonesia No 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tanggal 10 September 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Kemudian, selanjutnya diterbitkan instrumen pedoman standar operasional manajemen KJKS/UJKS Koperasi, pedoman penilaian kesehatan KJKS/UJKS koperasi, dan pedoman pengawasan KJKS/ UJKS koperasi.
Koperasi Jasa Keuangan Syariah atau biasa disebut KJKS adalah koperasi yang bergerak di bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan dengan pola syariah. Sementara, Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS) Koperasi adalah unit usaha dalam koperasi yang kegiatannya bergerak di bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan dengan pola syariah. UJKS koperasi biasa juga dianggap sebagai koperasi , konvensional yang menawarkan produk dan layanan dengan pola syariah.
Seiring dengan bermunculannya koperasi syariah, tentunya diharapkan ada payung hukum yang menaunginya berupa UU koperasi syariah tersendiri, seperti pada UU Perbankan Syariah. Kalaupun belum bisa dengan UU tersendiri, setidaknya dilakukan revisi terhadap UU Perkoperasian yang ada dengan mengakomodasi keberadaan koperasi syariah. Kehadiran UU ini secara otomatis akan mempercepat pertumbuhan koperasi syariah sebagaimana yang telah terjadi pada perbankan syariah.
Beberapa koperasi syariah yang tergabung dalam KJKS/UJKS yang ada saat ini adalah hasil konversi dari Baitul Mal dan wa Tamwil (BMT) yang juga saat ini belum memiliki payung hukum. Adapun jumlah KJKS/UJKS koperasi per April 2012 adalah sekitar 4.117 unit dengan jumlah anggota sekitar 762 ribu anggota dan total asetnya mencapai Rp 5 triliun-Rp 8 triliun. Jumlah ini akan semakin bertambah pada masa mendatang seiring dengan perkembangan industri keuangan yang berbasis syariah akhir-akhir ini.
Strategi yang bisa dilakukan untuk mempercepat perkembangan koperasi syariah ataupun lembaga mikro syariah lainnya adalah melalui program linkage program dengan lembaga perbankan syariah.Bank-bank syariah bisa menyalurkan pembiayaan mikronya lewat KJKS ataupun BMT yang jaringannya tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini akan menghindarkan terjadinya perebutan pasar antara perbankan dan lembaga keuangan mikro syariah yang selama ini sudah menggarap sektor mikro dan menengah.
Program sinergi lembaga keuangan syariah ini akan mengoneksikan jaringan bank dan lembaga keuangan mikro sehingga akan mendorong terjadinya transfer manajemen dan teknologi di antara lembaga keuangan syariah. Misalnya, jaringan BMT yang ada saat ini hampir mencapai 5 000-an unit dengan jumlah cabang 22 ribu. Jika saja setiap desa yang kini berjumlah 78.124 memiliki BMT, ini akan mempermudah perbankan melalu BMT mengakses desa-desa yang ada.
Koperasi syariah dan lembaga mikro keuangan syariah lainnya dapat pula menggunakan jaringan masjid yang berjumlah 800 ribu. Ini akan menjadi jaringan yang besar dalam mengakses permodalan dan pembiayaan.
Pemberdayaan umat melalui maksimalisasi peran koperasi dan lembaga keuangan syariah berdampak pada peningkatan jumlah wirausaha-wirausaha baru yang berasal dari pelosok desa di negeri ini. Jumlah pengusaha dari total penduduk Indonesia sudah di kisaran 1,5 persen, tumbuh pesat yang sebelumnya hanya sekitar 0,24 persen. Ini tidak terlepas dari kontribusi sektor koperasi dan UMKM. Sudah saatnya perekonomian negeri ini dibangun berdasarkan semangat kerakyatan, seperti koperasi yang memiliki imunitas kuat terhadap guncangan krisis keuangan dan ekonomi.
b.      Produk dan jasa koperasi  syari’ah
1.      Penghimpunan Dana
 Untuk mengembangkan usaha Koperasi Syariah, maka para pengurus harus memiliki strategi pencarian dana, sumber dana dapat diperoleh dari anggota, pinjaman atau dana-dana yang bersifat hibah atau sumbangan. Semua jenis sumber dana tersebut dapat di klasifikasikan sifatnya saja yang komersial, hibah atau sumbangan sekedar titipan saja. Secara umum, sumber dana koperasi diklasifikasikan sebgai berikut:
a.      Simpanan Pokok
Simpanan pokok merupakan modal awal anggota yang disetorkan dimana besar simpanan pokok tersebut sama dan tidak boleh dibedakan antara anggota. Akad syariah simpanan pokok tersebut masuk katagori akad Musyarakah. Tepatnya syirkah Mufawadhah yakni sebuah usaha yang didirikan secara bersama-sama dua orang atau lebih, masing-masing memberikan dana dalam porsi yang sama dan berpartisipasi dalam kerja dengan bobot yang sama pula.
b.      Simpanan Wajib
Simpanan wajib masuk dalam katagori modal koperasi sebagaimana simpanan pokok dimana besar kewajibannya diputuskan berdasarkan hasil Musyawarah anggota serta penyetorannya dilakukan secara kontinu setiap bulannya sampai seseorang dinyatakan keluar dari keanggotaan koperasi Syariah.
c.       Simpanan Sukarela
Simpanan anggota merupakan bentuk investasi dari anggota atau calon anggota yang memiliki kelebihan dana kemudian menyimpanannya di Koperasi Syariah. Bentuk simpanan sukarela ini memiliki dua jenis karakter antara lain:
1.            Karakter pertama bersifat dana titipan yang disebut (Wadi’ah) dan diambil setiap saat. Titipan (wadi’ah) terbagi atas dua macam yaitu titipan (wadi’ah) Amanah dan titipan (wadi’ah) Yad dhomamah.
2.            Karakter kedua bersifat Investasi, yang memang ditujukan untuk kepentingan usaha dengan mekanisme bagi hasil (Mudharabah) baik Revenue Sharing, Profit Sharingmaupun profit and loss sharing.

d.      Investasi pihak lain
Dalam melakukan operasionalnya lembaga Koperasi syariah sebagaimana Koperasi konvensional pada ummnya, biasanya selalu membutuhkan suntikan dana segar agar dapat mengembangkan usahanya secara maksimal, prospek pasar Koperasi syariah teramat besar sementara simpanan anggotanya masih sedikit dan terbatas. Oleh karenanya, diharapkan dapat bekerja sama dengan pihak-pihak lain seperti Bank Syariah maupun program-program pemerintah. Investasi pihak lain ini dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip Mudharabah maupun prinsip Musyarakah.
2.      Penyaluran Dana
 Sesuai dengan sifat koperasi dan fungsinya, maka sumber dana yang diperoleh haruslah disalurkan kepada anggota maupun calon anggota. Dengan menggunakan Bagi Hasil (Mudharabah atau Musyarakah) dan juga dengan jual Beli (Piutang Mudharabah, Piutang salam, piutang Istishna’ dan sejenisnya), bahkan ada juga yang bersifat jasa umum, misalnya pengalihan piutang (Hiwalah), sewa menyewa barang (ijarah) atau pemberian manfaat berupa pendidikan dan sebagainya.
a.       Investasi/Kerjasama
  Kerjasama dapat dilakukan dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah. Dalam penyaluran dana dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah Koperasi syariah berlaku sebagai pemilik dana (Shahibul maal) sedangkan pengguna dana adalah pengusaha (Mudharib), kerja sama dapat dilakukan dengan mendanai sebuah usaha yang dinyatakan layak untuk dikasi modal. Contohnya: untuk pendirian klinik, kantin, toserba dan usaha lainnya
b.       Jual Beli (Al Bai’)
  Pembiayaan jual beli dalam UJKS pada Koperasi syariah memiliki beragam jenis yang dapat dilakukan antara lain seperti:
1.      Jual beli secara tangguh antara penjual dan pembeli dimana kesepakatan harga sipenjual menyatakan harga belinya dan si pembeli mengetahui keuntungan penjual, transaksi ini disebut  Bai Al Mudharabah.
2.      Jual beli secara pararel yang dilakukan oleh 3 pihak, sebagai contoh pihak 1 memesan pakaian seragam sebanyak 100 setel kepada Koperasi syariah dan Koperasi Syariah memesan dari Konveksi untuk dibuatkan 100 setel seragam yang dimaksud dan Koperasi membayarnya dengan uang muka dan dibayar setelah jadi, setelah selesai diserahkan ke pihak 1 dan pihak 1 membayarnya baik secara tunai maupun diangsur, pembiayaan ini disebut Al Bai Istishna.Jika Koperasi membayarnya dimuka disebut Bai’ Salam.






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.       Lembaga Islam adalah sistem norma yang didasarkan pada ajaran Islam, yang sengaja diadakan untuk memenuhi kebutuhan umat Islam yang sangat beragam mengikuti perkembangan zaman. Kebutuhan tersebut diantaranya adalah kebutuhan keluarga, kebutuhan pendidikan, kebutuhan hukum, kebutuhan ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
2.      Secara umum, lembaga Islam memiliki beberapa fungsi pokok, diantaranya adalah :
a.       Memberikan pedoman pada anggota masyarakat muslim tentang bagaimana mereka harus bersikap dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul dan berkembang di masyarakat, terutama kebutuhan yang menyangkut kebutuhan pokok.
b.      Memberikan pegangan kepada masyarakat bersangkutan dalam melakukan pengendalian sosial menurut sistem tertentu yaitu sistem pengawasan tingkah laku para anggotanya.
c.       Menjaga keutuhan masyarakat. Dari beberapa fungsi yang melekat pada lembaga sosial tersebut di atas, jelas bahwa apabila seseorang hendak mempelajari dan memahami masyarakat tertentu, maka ia harus memperhatikan dengan seksama lembaga yang terdapat dalam masyarakat yang bersangkutan.

3.      Macam-macam Lembaga Islam diantaranya, yatu:
a.       Administrasi Haji
b.       Administrsi Perbankan Syari’ah
c.       Administrasi peradilan agama

d.       Administrasi Koperasi Syari’a